Apa Itu Cyber Attack? Jenis dan Cara Mencegahnya

Tim Komputeran

14
Min Read
Apa itu Cyber Attack Jenis dan Cara Mencegahnya

Saat ini internet telah menjadi ruang tanpa batas untuk belajar, berkomunikasi, bermain game, hingga berbisnis. Hampir semua aktivitas kita terhubung ke dunia digital. Namun, di balik semua kemudahan itu, ada risiko yang tidak boleh diabaikan: serangan siber (cyber attack). Serangan ini bisa diibaratkan seperti “hantu digital” yang tidak terlihat, tetapi bisa mengancam privasi, keamanan data, bahkan reputasi kita di dunia nyata maupun dunia maya.

Serangan siber dapat menimpa siapa saja bukan hanya perusahaan besar, tetapi juga pelajar, guru, karyawan, dan pengguna internet biasa. Tujuannya pun beragam, mulai dari mencuri informasi penting, mengambil alih akun, mengganggu layanan, hingga merusak sistem atau nama baik seseorang. Kabar baiknya, ancaman ini bukan sesuatu yang mustahil untuk dihadapi. Dengan memahami cara kerja serangan siber dan langkah pencegahannya, kita bisa jauh lebih aman saat beraktivitas di dunia digital.

Apa itu Cyber Attack?

Cyber attack atau serangan siber adalah upaya yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengakses, mengganggu, atau merusak sistem komputer, jaringan, atau perangkat digital secara ilegal. Dampaknya bisa berupa pencurian data penting seperti kata sandi, data keuangan, dan identitas pribadi, gangguan terhadap operasional sistem dan layanan, kerugian finansial, hingga penyalahgunaan akun dan identitas orang lain.

Pelaku serangan sering disebut attacker atau hacker jahat (black hat), biasanya mencari celah keamanan pada sistem yang rentan, misalnya perangkat yang tidak pernah diperbarui, akun dengan password lemah, atau layanan yang pengaturannya kurang terlindungi.

Mereka memanfaatkan berbagai teknik untuk menembus pertahanan, kemudian menghapus atau mengubah data, mencuri identitas, menggunakan akun tanpa izin, atau menyebarkan malware dan ransomware. Kondisi ini menegaskan bahwa betapa pentingnya menjaga keamanan perangkat dan akun, memahami risiko di dunia maya, serta membiasakan pengamanan saat menggunakan internet.

Mengapa Perusahaan Harus Mewaspadai Cyber Attack?

Di era digital, banyak pemilik usaha—terutama bisnis kecil dan menengah—merasa usahanya “kecil saja, siapa yang mau menyerang?”. Padahal justru bisnis yang perlindungan keamanannya minim sering menjadi sasaran empuk cyber attack. Dampaknya tidak hanya soal kerugian finansial, tapi juga reputasi dan kepercayaan pelanggan yang bisa runtuh dalam waktu singkat.

Berikut beberapa alasan mengapa perusahaan perlu benar-benar waspada terhadap serangan siber:

1. Bisnis Bisa Terhenti

Keamanan menjadi fondasi utama kelancaran operasional perusahaan. Jika terjadi serangan siber, aktivitas bisnis bisa terganggu, misalnya:

  • Data penting dicuri atau diubah tanpa izin.
  • Sistem tidak bisa diakses karena terkena ransomware, sehingga karyawan tidak dapat bekerja seperti biasa.
  • Aplikasi atau server menjadi lambat atau bahkan berhenti total.

Website bisnis juga merupakan target yang cukup sering diserang. Jika website down, diretas, atau dimanipulasi:

  • Proses transaksi bisa terhambat.
  • Pengunjung merasa tidak aman dan enggan berbelanja.
  • Citra perusahaan menurun karena terlihat “tidak profesional” atau “tidak aman”.

Dampak akhirnya bukan hanya pada pemasukan hari itu saja, tapi juga bisa berpengaruh pada keberlangsungan bisnis dalam jangka panjang.

2. Kehilangan Kepercayaan Pelanggan

Di dunia bisnis, kepercayaan pelanggan adalah aset yang sangat berharga. Ketika muncul kabar bahwa sistem perusahaan diretas, website dibobol, atau data bocor:

  • Pelanggan akan khawatir data pribadi mereka disalahgunakan.
  • Mereka bisa ragu untuk melanjutkan kerja sama atau bertransaksi kembali.
  • Reputasi perusahaan bisa tercoreng, terutama jika kasusnya sampai menyebar di media sosial atau pemberitaan.

Dalam situasi seperti ini, perusahaan perlu bertindak cepat, transparan, dan bertanggung jawab untuk memperbaiki masalah, menginformasikan pelanggan, dan memulihkan kepercayaan yang hilang.

3. Risiko Kebocoran Data

Serangan siber juga sering menyasar data sebagai target utama, seperti:

  • Data pelanggan (nama, nomor telepon, email, alamat, data transaksi).
  • Data internal perusahaan (dokumen keuangan, strategi bisnis, laporan internal).

Jika data-data ini bocor atau jatuh ke tangan yang salah, dampaknya bisa sangat merugikan:

  • Pemanfaatan data untuk penipuan atau spam.
  • Pencurian identitas dan penyalahgunaan informasi.
  • Kerugian finansial sekaligus kerusakan citra perusahaan di mata publik.

Karena itu, keamanan data seharusnya bukan dianggap sebagai tambahan, tetapi prioritas utama dalam pengelolaan bisnis modern.

Mengapa Cyber Attack Bisa Terjadi?

Serangan siber bukan terjadi secara kebetulan. Di baliknya ada pihak-pihak yang memang merencanakan dan menjalankan serangan dengan berbagai tujuan. Secara umum, beberapa motivasi yang paling sering ditemui adalah:

1. Keuntungan Finansial

Ini adalah motivasi yang paling umum. Data yang diretas dapat digunakan untuk:

  • Penipuan online dan pencurian identitas.
  • Menguras rekening, dompet digital, atau menyalahgunakan metode pembayaran.
  • Menjual data ke pihak lain yang tidak bertanggung jawab.

Selain itu, serangan seperti ransomware dapat:

  • Mengunci sistem dan data penting perusahaan.
  • Menghentikan operasional bisnis secara total.
  • Memaksa perusahaan membayar tebusan agar akses dikembalikan.

Ada juga kasus di mana pelaku mencuri informasi rahasia perusahaan, seperti rencana bisnis, desain produk, atau data riset, yang jelas mengancam kelangsungan dan daya saing bisnis.

2. Gangguan dan Balas Dendam

Tidak semua serangan siber bertujuan mencari uang. Ada juga pelaku yang ingin:

  • Membalas dendam kepada perusahaan atau individu tertentu.
  • Menyebar ketidakpuasan dan menciptakan kekacauan.
  • Menjatuhkan nama baik organisasi tertentu.

Serangan jenis ini bisa menargetkan:

  • Lembaga pemerintah.
  • Perusahaan komersial.
  • Organisasi nirlaba atau komunitas tertentu.

Tujuannya sering kali untuk menimbulkan rasa gelisah, kebingungan, ketidakpercayaan, bahkan tekanan mental bagi pihak yang diserang.

3. Cyberwarfare (Perang Siber)

Di tingkat yang lebih besar, serangan siber juga dapat menjadi bagian dari strategi antarnegara. Pemerintah di berbagai belahan dunia menggunakan serangan siber untuk:

  • Menyusup ke sistem negara lain.
  • Mencuri data rahasia, termasuk informasi militer atau intelijen.
  • Merusak atau mengganggu infrastruktur penting, seperti jaringan listrik, sistem komunikasi, atau layanan publik.
Baca Juga:  Apa Itu Keamanan Siber? Definisi, Prinsip, dan Jenis Ancaman Siber

Dampak perang siber tidak hanya terasa di dunia maya, tetapi juga bisa memicu dampak nyata di dunia fisik: gangguan layanan vital, kekacauan ekonomi, hingga ketegangan politik dan sosial.

Jenis-jenis Cyber Attack

Di tengah pesatnya digitalisasi, ancaman keamanan siber sudah jauh melampaui sekadar “peretasan akun sosial media”. Serangan datang dalam banyak bentuk, menyasar pengguna individu hingga perusahaan, dengan tujuan mulai dari mencuri data, memeras, sampai melumpuhkan layanan bisnis.

Karena itu, memahami jenis-jenis serangan siber dan cara pencegahannya bukan lagi urusan tim IT saja, tetapi sudah menjadi “literasi dasar” bagi semua pengguna internet.

1. Malware (Malicious Software)

Malware (malicious software) adalah program atau kode berbahaya yang dibuat untuk menyusup, merusak, atau mengambil alih kendali perangkat tanpa sepengetahuan pemiliknya. Malware bisa masuk lewat:

  • lampiran email palsu,
  • situs web yang sudah terinfeksi,
  • software bajakan / crack,
  • tautan dari chat atau media sosial,
  • bahkan USB flashdisk yang dipinjam dari orang lain.

Tujuan pembuat malware beragam: mencuri data sensitif (password, data kartu kredit, dompet kripto), memata-matai aktivitas, mengganggu operasional bisnis, sampai menyandera data dan meminta tebusan.

Beberapa bentuk malware yang umum:

  • Virus – menempel pada file atau program lain dan menyebar ketika file tersebut dijalankan.
  • Worm – menyebar sendiri melalui jaringan tanpa butuh interaksi pengguna.
  • Trojan – terlihat seperti aplikasi normal, tetapi menyimpan fungsi tersembunyi yang berbahaya.
  • Ransomware – mengenkripsi data dan meminta tebusan agar data bisa diakses kembali. Contoh yang banyak dibahas beberapa tahun terakhir adalah keluarga ransomware seperti LockBit yang menargetkan organisasi di berbagai negara.
  • Spyware / Infostealer – memantau aktivitas dan mencuri informasi (password, cookie, dompet kripto, data browser). Lumma Stealer misalnya, dikenal sebagai malware pencuri informasi yang menyasar kredensial dan dompet kripto serta dapat menyebar melalui kampanye phishing dan iklan berbahaya.
  • Adware – menampilkan iklan agresif, bisa mengarahkan ke situs berbahaya, dan mengganggu privasi.
  • Remote Access Trojan (RAT) – seperti AsyncRAT atau XWorm, yang memungkinkan penyerang mengendalikan perangkat dari jarak jauh, mengunggah/mengunduh file, merekam layar, hingga memasang malware lain.

Cara Mencegah Malware

  • Gunakan antivirus/anti-malware yang tepercaya, aktifkan pembaruan otomatis, dan manfaatkan fitur deteksi berbasis perilaku (bukan hanya signature).
  • Hindari membuka lampiran dan tautan dari email yang mencurigakan, terutama jika diminta segera mengklik atau mengisi data.
  • Unduh aplikasi hanya dari situs resmi atau store resmi (Google Play, App Store, Microsoft Store, dsb).
  • Rutin lakukan backup data ke media terpisah (external drive, cloud backup) untuk mengurangi risiko kehilangan data akibat ransomware.
  • Aktifkan dan konfigurasi firewall serta solusi endpoint security di komputer kerja.
  • Gunakan akun pengguna non-admin untuk aktivitas harian agar kerusakan malware lebih terbatas jika sampai masuk.
  • Edukasi diri dan karyawan tentang contoh file, link, dan iklan yang sering dijadikan umpan.

2. SQL Injection

SQL Injection adalah teknik serangan yang menyisipkan perintah SQL berbahaya ke dalam input aplikasi (misalnya form login, form pencarian, parameter URL) karena input tersebut tidak divalidasi dengan baik.

Jika aplikasi langsung “menjahit” input pengguna ke dalam query SQL, penyerang bisa:

  • membaca seluruh isi database,
  • mengubah atau menghapus data,
  • membuat akun admin baru,
  • bahkan menjatuhkan sistem jika hak akses database sangat luas.

Serangan ini sering muncul pada aplikasi web lama atau aplikasi internal yang dibangun tanpa memperhatikan praktik secure coding.

Cara Mencegah SQL Injection

  • Gunakan prepared statement / parameterized query (bukan string concatenation) di semua akses database.
  • Lakukan validasi & sanitasi input: batasi karakter, tipe data, dan panjang input sesuai kebutuhan.
  • Terapkan least privilege di database: akun aplikasi hanya boleh mengakses tabel dan operasi yang benar-benar diperlukan.
  • Gunakan ORM modern (misalnya di Java, PHP, Python, .NET) yang sudah mendukung parameterisasi secara default.
  • Pasang Web Application Firewall (WAF) untuk menyaring pola serangan SQL Injection.
  • Lakukan security testing (SAST, DAST, dan penetration test) secara berkala untuk menemukan celah sebelum dimanfaatkan penyerang.

3. Distributed Denial of Service (DDoS)

DDoS adalah serangan yang bertujuan membuat layanan online tidak bisa diakses dengan cara membanjiri server atau jaringan dengan trafik dalam jumlah besar dari banyak sumber sekaligus.

Serangan ini biasanya memanfaatkan botnet dengan ribuan hingga jutaan perangkat yang sudah terinfeksi malware dan dikendalikan dari jarak jauh. Perangkat-perangkat ini kemudian mengirim permintaan ke server target secara serentak, hingga:

  • server kehabisan sumber daya (CPU, RAM, koneksi),
  • bandwidth jenuh,
  • layanan melambat drastis atau benar-benar down.

Bagi bisnis online (e-commerce, layanan keuangan, platform SaaS), downtime akibat DDoS bisa berujung pada kerugian finansial dan reputasi.

Cara Mencegah / Memitigasi DDoS

  • Gunakan CDN dan layanan DDoS protection berbasis cloud untuk menyerap dan menyaring trafik sebelum sampai ke server utama.
  • Terapkan rate limiting untuk membatasi jumlah request dari satu IP atau subnet.
  • Konfigurasikan firewall dan router untuk memblokir pola trafik yang abnormal (misalnya banyak request ke port tertentu dalam waktu singkat).
  • Bekerja sama dengan ISP atau provider cloud untuk menyiapkan skenario mitigasi jika terjadi serangan skala besar.
  • Gunakan sistem monitoring dan alert agar lonjakan trafik tidak wajar bisa terdeteksi sedini mungkin.
  • Siapkan rencana respons insiden: siapa yang harus dihubungi, langkah teknis, dan komunikasi ke pelanggan saat layanan terdampak.

4. Phishing

Phishing adalah bentuk penipuan siber yang memanfaatkan rekayasa sosial (social engineering). Korban tidak “dibobol” secara teknis, tetapi dibujuk untuk menyerahkan sendiri data sensitif seperti username, password, OTP, PIN, atau data kartu kredit.

Ciri umum phishing:

  • tampilan email atau situs sangat mirip dengan bank, marketplace, layanan pembayaran, atau instansi resmi;
  • pesan biasanya mengandung urgensi: akun akan diblokir, saldo terancam hilang, ada bonus yang segera hangus, dsb;
  • link mengarah ke situs palsu yang alamat domainnya mirip (typosquatting).

Media phishing bukan hanya email, tetapi juga SMS (smishing), telepon (vishing), dan pesan di aplikasi chat/media sosial.

Cara Mencegah Phishing

  • Selalu cek alamat pengirim email dan URL situs dengan teliti sebelum login atau memasukkan data.
  • Waspadai pesan yang mendorong Anda panik atau buru-buru melakukan sesuatu.
  • Jangan klik link dari sumber yang tidak jelas; lebih aman ketik alamat situs secara manual di browser.
  • Aktifkan autentikasi dua faktor (2FA) di akun-akun penting (email, bank, marketplace, media sosial).
  • Di perusahaan, lakukan simulasi phishing dan pelatihan berkala untuk meningkatkan kewaspadaan karyawan.
  • Gunakan email security gateway dengan fitur anti-phishing dan deteksi URL berbahaya.
Baca Juga:  Apa Itu Keamanan Siber? Definisi, Prinsip, dan Jenis Ancaman Siber

5. Spoofing

Spoofing adalah teknik pemalsuan identitas digital. Penyerang membuat diri mereka terlihat seolah-olah berasal dari sumber yang sah, misalnya:

  • Email spoofing – memalsukan alamat pengirim sehingga tampak seperti dari pimpinan, partner, atau bank.
  • IP spoofing – memalsukan alamat IP sumber untuk menyamarkan asal serangan.
  • DNS spoofing / cache poisoning – memanipulasi DNS agar korban diarahkan ke situs palsu.
  • Caller ID spoofing – memalsukan nomor telepon pada layar penerima.

Serangan spoofing sering dipadukan dengan phishing dan Business Email Compromise (BEC), misalnya email yang tampak dari direktur ke bagian finance yang meminta transfer dana mendesak.

Cara Mencegah Spoofing

  • Implementasikan SPF, DKIM, dan DMARC pada domain email untuk mengurangi risiko pemalsuan alamat pengirim.
  • Gunakan email gateway yang dapat memeriksa reputasi domain dan mendeteksi pola spoofing.
  • Biasakan prosedur verifikasi dua langkah untuk permintaan sensitif (misalnya konfirmasi transfer lewat telepon resmi atau kanal lain).
  • Edukasi karyawan agar kritis terhadap email yang isinya janggal, walaupun tampak datang dari atasan.
  • Gunakan IDS/IPS di jaringan untuk mendeteksi anomali trafik yang mengindikasikan spoofing di level IP atau DNS.

6. Man-in-the-Middle (MitM)

Pada serangan Man-in-the-Middle, penyerang menyisipkan diri di antara dua pihak yang sedang berkomunikasi, misalnya antara pengguna dengan situs web, atau antara dua server. Dari posisi ini, penyerang dapat:

  • menyadap data (password, cookie sesi, nomor kartu kredit),
  • memodifikasi isi pesan,
  • menyamar sebagai salah satu pihak tanpa disadari.

Serangan MitM sering terjadi di Wi-Fi publik yang tidak aman (misalnya Wi-Fi gratis tanpa password atau dengan konfigurasi lemah). Penyerang bisa membuat Wi-Fi palsu dengan nama yang meyakinkan (contoh: “Free_Cafe_WiFi”) lalu mengarahkan trafik korban melalui perangkat mereka.

Cara Mencegah MitM

  • Jangan mengakses layanan sensitif (m-banking, email kerja, dashboard admin) melalui Wi-Fi publik yang tidak anda ketahui apakah itu aman atau tidak.
  • Jika terpaksa menggunakan jaringan publik, aktifkan VPN untuk mengenkripsi seluruh trafik Anda.
  • Pastikan situs yang diakses menggunakan HTTPS, bukan HTTP. Periksa ikon gembok di browser.
  • Untuk pengembang / admin, aktifkan HSTS agar browser selalu menggunakan HTTPS.
  • Gunakan 2FA/MFA sehingga meskipun kredensial sempat disadap, akun tetap sulit diambil alih.
  • Rutin memperbarui sistem operasi, browser, dan aplikasi untuk menutup celah yang bisa dimanfaatkan MitM.

7. Eksploitasi Zero-Day

Zero-day exploit adalah serangan yang memanfaatkan kerentanan pada software atau hardware yang belum diketahui publik dan belum memiliki patch dari vendor. Begitu kerentanan tersebut “bocor” ke tangan penyerang, mereka bisa menyerang target sementara vendor masih belum sempat merilis perbaikan itulah mengapa disebut “zero-day” (nol hari untuk memperbaiki).

Zero-day sering dimanfaatkan oleh:

  • kelompok APT (Advanced Persistent Threat),
  • kelompok kriminal siber tingkat lanjut,
  • atau aktor negara.

Targetnya bisa sistem operasi, browser, aplikasi bisnis, perangkat jaringan, hingga solusi keamanan itu sendiri.

Cara Mengurangi Risiko Zero-Day

  • Gunakan endpoint security modern yang mengandalkan analisis perilaku dan machine learning, bukan hanya signature.
  • Terapkan patch management yang disiplin: begitu patch resmi tersedia, segera uji dan terapkan.
  • Gunakan solusi EDR/XDR untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan dan melakukan isolasi endpoint dengan cepat.
  • Terapkan Zero Trust Architecture dan segmentasi jaringan agar pergerakan lateral penyerang lebih sulit.
  • Batasi hak akses dengan least privilege dan RBAC sehingga kompromi satu akun tidak otomatis berarti seluruh sistem jebol.
  • Lakukan vulnerability assessment dan pentest secara rutin untuk mengurangi permukaan serangan.

8. Cross-Site Scripting (XSS)

Cross-Site Scripting (XSS) adalah kerentanan pada aplikasi web yang memungkinkan penyerang menyisipkan script (biasanya JavaScript) ke halaman yang dilihat pengguna lain. Script ini kemudian berjalan di browser korban dan bisa:

  • mencuri cookie sesi atau token login,
  • mengubah tampilan halaman,
  • mengarahkan ke situs phishing,
  • atau menjalankan aksi atas nama korban (misalnya mengirim pesan, mengganti pengaturan, dsb).

Jenis XSS yang umum:

  • Reflected XSS – payload dibawa lewat URL atau form lalu dipantulkan kembali oleh server ke browser.
  • Stored XSS – payload disimpan di server (misalnya di kolom komentar) dan dijalankan setiap kali halaman dibuka.
  • DOM-based XSS – terjadi murni di sisi browser karena manipulasi DOM oleh JavaScript.

Cara Mencegah XSS

  • Lakukan validasi input dengan whitelist: terima hanya karakter dan format yang benar-benar dibutuhkan.
  • Lakukan output encoding (HTML escape, JS escape, dsb) sebelum menampilkan data pengguna di halaman.
  • Gunakan Content Security Policy (CSP) untuk membatasi dari mana script boleh dimuat dan apa saja yang boleh dieksekusi.
  • Manfaatkan framework modern (Laravel, Django, Spring, React, dll.) yang sudah menyediakan mekanisme escaping secara default.
  • Tambahkan automated security scanning (termasuk OWASP ZAP atau sejenisnya) dalam pipeline CI/CD untuk menemukan XSS lebih dini.
  • Lakukan code review dengan fokus pada area yang menampilkan input pengguna.

9. Password Brute Force

Serangan brute force password adalah upaya menebak password dengan mencoba banyak kemungkinan secara otomatis sampai ada yang cocok. Penyerang biasanya menggunakan:

  • dictionary attack – mencoba daftar kata yang umum (nama, tanggal lahir, kata kamus).
  • credential stuffing – memakai kombinasi username/password yang bocor dari layanan lain.
  • pure brute force – mencoba semua kombinasi karakter (paling lambat, tetapi efektif jika password pendek).

Semakin lemah dan semakin pendek password, semakin mudah ditebak. Di sisi lain, penyerang kini bisa memanfaatkan daya komputasi tinggi (termasuk GPU atau cloud) untuk mempercepat proses, terutama terhadap hash password yang lemah.

Cara Mencegah Brute Force

  • Gunakan password yang kuat dan unik untuk tiap akun (minimal 12–16 karakter, kombinasi huruf besar-kecil, angka, simbol).
  • Aktifkan 2FA/MFA sehingga password saja tidak cukup untuk masuk.
  • Terapkan account lockout / throttling: jika terlalu banyak percobaan gagal, akun “istirahat” sementara atau meminta verifikasi tambahan.
  • Tambahkan CAPTCHA pada formulir login untuk menyulitkan bot.
  • Terapkan rate limiting pada endpoint login.
  • Gunakan password manager untuk mempermudah penggunaan password kompleks.
  • Di sisi server, simpan password dengan algoritma hash yang kuat dan modern (misalnya bcrypt, Argon2), bukan MD5 atau SHA-1.

Related Post

Tinggalkan komentar