Aplikasi dompet kripto World App, besutan perusahaan Tools for Humanity milik Sam Altman (CEO OpenAI), tengah menjadi sorotan di Indonesia. Aplikasi ini menjanjikan imbalan uang tunai, ratusan hingga jutaan rupiah, hanya dengan memindai iris mata menggunakan alat khusus bernama Orb.
Iming-iming tersebut menarik minat banyak warga Indonesia. Ratusan orang rela antre berjam-jam untuk melakukan pemindaian, berharap mendapatkan imbalan finansial.
Kontroversi World App: Imbalan Uang dan Ancaman Keamanan Data
Pemandangan antrean panjang terlihat di beberapa lokasi, termasuk kantor Worldcoin di Bekasi yang kini telah ditutup. Kantor tersebut beroperasi singkat, dari 26 April hingga 3 Mei 2025.
Seorang warga, Lia (21 tahun), mengaku telah mendaftar dan mendapatkan sekitar 200 Worldcoin (WLD) pada pendaftaran pertama. Dia juga akan menerima Worldcoin lagi di bulan berikutnya, meskipun dengan nominal lebih kecil.
Proses pendaftaran terbilang mudah. Pengguna cukup menunjukkan KTP dan memindai iris mata di lokasi yang ditentukan.
Namun, Lia mengaku lupa penjelasan mengenai tujuan pemindaian mata. Worldcoin yang diterima dapat dicairkan menjadi rupiah melalui rekening bank atau e-wallet.
Penutupan kantor Worldcoin di Bekasi dan Bundaran Senayan terjadi menyusul laporan dugaan aktivitas mencurigakan. Hal ini membuat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membekukan sementara TDPSE (Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik) Worldcoin dan WorldID.
Kekhawatiran Keamanan Data dan Privasi
Christopher Tahir, Co-Founder CryptoWatch, menilai Worldcoin menjanjikan dalam menyediakan identitas global, namun metode pemindaian iris menimbulkan kekhawatiran. Isu utama adalah keamanan dan privasi data pengguna.
Pertanyaan besar muncul mengenai keamanan penyimpanan data. Apakah anonimitas data terjaga? Ini masih menjadi pertanyaan besar.
Christopher juga mempertanyakan nilai tukar data pribadi dengan imbalan token. Model distribusi token Worldcoin memang terlihat berkelanjutan bagi perusahaan, namun apakah imbalan tersebut sepadan dengan data pribadi yang diberikan?
Heru Sutadi, Direktur Eksekutif ICT Institute, mengingatkan risiko fluktuasi nilai aset kripto. Aset kripto seringkali dijadikan modus penipuan.
Data biometrik termasuk data pribadi yang sangat dilindungi UU PDP. Masyarakat diingatkan untuk tidak sembarangan membagikan data biometrik.
Ancaman terhadap Keamanan Data Nasional dan Respon Pemerintah
Pratama Persadha, pakar keamanan siber, menilai model operasional WorldID sangat mengkhawatirkan. Pemberian insentif untuk pemindaian iris mata melibatkan data biometrik yang sangat sensitif.
Risiko yang dipertaruhkan bukan hanya data, tetapi juga martabat dan hak individu atas kendali diri di ruang digital. Literasi digital masyarakat Indonesia juga masih menjadi tantangan.
Meskipun Worldcoin mengklaim data tidak disimpan terpusat, tetap ada kerentanan. Tidak ada sistem yang benar-benar aman, terutama jika mekanisme konversi data tidak transparan.
Pratama juga menyoroti potensi keuntungan WorldID dari pengumpulan data biometrik. Data ini dapat digunakan untuk membangun ekosistem digital yang kuat dan terkonsolidasi.
Brasil telah melarang layanan pengumpulan data biometrik serupa. Hal ini bisa menjadi preseden bagi Indonesia untuk lebih ketat mengatur pengumpulan data warga negara.
Pembekuan sementara aktivitas Worldcoin menunjukkan keberpihakan pemerintah Indonesia. Indonesia tidak menolerir pengumpulan data dengan skema imbalan yang berisiko mengeksploitasi masyarakat.
UU PDP dapat menjadi payung hukum untuk mengatur aktivitas pengumpulan data seperti yang dilakukan WorldID. Data biometrik memerlukan persetujuan eksplisit dan tujuan yang jelas.
Penjelasan Worldcoin dan Perbedaannya dengan Kripto Lain
Worldcoin membantah token Worldcoin sebagai bayaran untuk verifikasi iris mata. Token tersebut merupakan insentif opsional untuk menjelajahi layanan World.
Perusahaan mengklaim tidak menyimpan data pribadi atau biometrik pengguna. Data iris mata dikonversi menjadi kode anonim yang tidak dapat dilacak.
Worldcoin menggabungkan teknologi AI, mata uang kripto, dan blockchain. Platform ini diklaim terdesentralisasi, memberi pengguna kontrol atas keputusan finansial.
Worldcoin berbeda dari Bitcoin atau Ethereum karena menawarkan token tanpa memerlukan investasi awal. Tujuannya adalah menciptakan ekonomi global yang inklusif.
Pemindaian iris mata dipilih karena keunikannya seperti sidik jari. Kode identifikasi yang dihasilkan disimpan di blockchain terdesentralisasi untuk mencegah duplikasi.
Kode ini dianonimkan sehingga tidak dapat dilacak ke individu. Worldcoin bertujuan untuk menciptakan identitas digital global yang aman dan terpercaya.
Kasus Worldcoin di Indonesia menyoroti pentingnya regulasi yang kuat dan literasi digital yang tinggi. Perlindungan data pribadi dan keamanan siber menjadi isu krusial di era digital saat ini. Kehati-hatian dan pemahaman yang baik dari masyarakat sangat dibutuhkan untuk menghindari potensi penyalahgunaan data pribadi.