Rencana memasukkan siswa nakal di Jawa Barat ke barak militer menuai kontroversi. Langkah ini dikhawatirkan akan menimbulkan stigma negatif bagi para siswa dan berpotensi membentuk kelompok baru di masyarakat. Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menyoroti potensi dampak sosial negatif dari kebijakan ini.
P2G menekankan perlunya pendekatan yang lebih terukur dan berbasis data untuk mengatasi masalah kenakalan remaja di Jawa Barat. Populasi remaja di Jawa Barat yang mencapai 8,1 juta jiwa perlu menjadi pertimbangan utama dalam merumuskan kebijakan.
Analisis Dampak Sosial dan Basis Data yang Kurang
Iman Zanatul Haeri dari P2G memperingatkan potensi munculnya stigma sosial terhadap siswa yang ditempatkan di barak militer. Masyarakat mungkin akan memandang mereka sebagai kelompok tersendiri, bahkan berpotensi membentuk “geng baru”. Hal ini menuntut pemerintah untuk mempertimbangkan secara matang implikasi sosial dari kebijakan tersebut.
Data yang akurat dan komprehensif tentang kenakalan remaja di Jawa Barat sangat penting. Pemprov Jawa Barat harus memahami jenis kenakalan yang terjadi, sebarannya, dan faktor-faktor penyebabnya sebelum mengambil tindakan. Tanpa data yang memadai, kebijakan yang diterapkan berpotensi salah sasaran dan tidak efektif. Kabupaten Bandung, sebagai daerah dengan populasi remaja terbanyak (905.000 jiwa), perlu mendapat perhatian khusus.
Perbedaan Pendekatan Pendidikan Militer dan Pendidikan Karakter
Pemerintah perlu membedakan antara pendidikan militer dan pendidikan karakter. Pendidikan karakter, yang diatur dalam Perpres 87 Tahun 2017, memiliki pendekatan yang berbeda dengan pendidikan militer. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan dan metode yang berbeda, sehingga penerapannya harus disesuaikan dengan konteks dan tujuan yang ingin dicapai.
Pendekatan pendidikan karakter lebih menekankan pada pembentukan nilai-nilai moral dan etika. Sementara itu, pendidikan militer menekankan pada disiplin dan kepatuhan. Penerapan pendidikan militer pada siswa nakal perlu dikaji ulang, apakah efektif dalam mengatasi akar permasalahan kenakalan remaja dan sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan sipil.
Solusi Alternatif dan Peran Kepolisian
Sebagai alternatif, P2G menyarankan agar Pemprov Jawa Barat fokus pada penguatan pendidikan karakter dan kerja sama dengan kepolisian. Pencegahan kenakalan remaja membutuhkan pendekatan yang holistik dan melibatkan berbagai pihak. Peningkatan patroli polisi di daerah rawan tawuran juga dianggap penting.
Terkait definisi siswa “nakal”, perlu kejelasan indikator yang digunakan. Jika yang dimaksud adalah tindakan kekerasan pidana, maka lembaga pembinaan anak (LPKA) atau lembaga perlindungan anak (LPKS) lebih tepat menangani kasus tersebut. Pemprov Jawa Barat harus menghindari kebijakan yang serampangan dan lebih mengedepankan riset sebagai basis pengambilan keputusan.
Sebagai solusi lain, P2G mengusulkan pembangunan sekolah militer khusus untuk anak-anak bermasalah. Sekolah ini akan menerapkan kurikulum khusus dan dibiayai penuh oleh pemerintah provinsi. Model ini dianggap lebih terstruktur dan terarah, dengan pendekatan pedagogis yang tepat.
Kesimpulan: Kebijakan yang Terukur dan Berbasis Riset
Program penanganan kenakalan remaja di Jawa Barat harus didasarkan pada data yang akurat dan analisis yang komprehensif. Pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang dampak sosial dari setiap kebijakan yang diambil. Penguatan pendidikan karakter dan kerja sama dengan kepolisian merupakan langkah yang lebih efektif daripada sekadar menempatkan siswa nakal di barak militer. Pendekatan yang holistik dan berbasis riset merupakan kunci keberhasilan dalam mengatasi masalah kenakalan remaja dan membangun generasi muda yang lebih baik. Pembangunan sekolah militer khusus anak bermasalah, dengan kurikulum dan pendanaan yang jelas, bisa menjadi solusi alternatif yang lebih terarah.