Permintaan energi untuk pusat data terus meningkat secara eksponensial, didorong oleh pertumbuhan pesat kecerdasan buatan (AI) dan kebutuhan komputasi yang semakin tinggi. Sejumlah perusahaan teknologi besar, seperti Microsoft dan Google, tengah berupaya mengatasi tantangan ini dengan membangun pusat data baru yang ditenagai energi nuklir. Namun, sebuah pendekatan yang jauh lebih revolusioner muncul dari Relativity Space, sebuah perusahaan kedirgantaraan yang berambisi membangun pusat data di luar angkasa.
Gagasan ambisius ini diusung oleh Eric Schmidt, mantan CEO Google, yang kini memimpin Relativity Space. Ia berpendapat bahwa solusi konvensional sudah tidak memadai lagi untuk memenuhi kebutuhan energi masa depan.
Pusat Data Bertenaga Nuklir: Solusi Darurat?
Microsoft dan Google, raksasa teknologi dunia, telah merencanakan pembangunan pusat data baru yang ditenagai oleh energi nuklir. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat, seiring dengan perkembangan pesat teknologi AI dan kebutuhan komputasi yang semakin besar. Energi nuklir dianggap sebagai sumber energi yang stabil dan andal untuk mendukung operasi pusat data yang intensif energi.
Namun, pendekatan ini tetap memiliki keterbatasan. Perlu dipertimbangkan dampak lingkungan dari pembangkit listrik tenaga nuklir, serta risiko keamanan yang melekat pada teknologi tersebut. Selain itu, ketersediaan lokasi yang sesuai untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir juga menjadi pertimbangan penting.
Ambisi Relativity Space: Pusat Data di Luar Angkasa
Relativity Space, dipimpin oleh Eric Schmidt, mengambil pendekatan yang jauh lebih radikal. Perusahaan ini berencana membangun pusat data di luar angkasa, memanfaatkan energi matahari sebagai sumber daya utama. Schmidt berargumen bahwa “memanen” energi matahari langsung di luar angkasa adalah satu-satunya cara untuk memenuhi permintaan daya yang terus meningkat di masa depan.
Konsep ini menawarkan potensi energi yang jauh lebih besar daripada yang tersedia di bumi. Sinar matahari di luar angkasa jauh lebih intens dan konsisten dibandingkan di bumi, sehingga dapat menghasilkan energi yang lebih efisien dan berkelanjutan. Namun, tantangan teknis dan biaya yang terlibat dalam proyek ini sangat besar.
Tantangan Teknis dan Logistik
Membangun dan memelihara pusat data di luar angkasa merupakan tantangan teknis yang belum pernah ada sebelumnya. Pertimbangan utama meliputi perlindungan terhadap radiasi kosmik, pemeliharaan infrastruktur di lingkungan yang keras, dan logistik pengiriman dan penggantian komponen yang rusak. Semua ini membutuhkan inovasi teknologi yang signifikan.
Selain itu, biaya peluncuran dan konstruksi di luar angkasa sangat tinggi. Relativity Space perlu mengembangkan teknologi peluncuran yang efisien dan terjangkau untuk mendukung proyek ambisius ini. Perusahaan ini saat ini mengembangkan roket Terran R, yang dirancang untuk dapat digunakan kembali, sehingga dapat mengurangi biaya peluncuran secara signifikan.
Keunggulan dan Keterbatasan Relativity Space
Relativity Space memiliki keunggulan kompetitif karena mengembangkan roket Terran R, yang dirancang dengan kemampuan untuk digunakan kembali. Kemampuan ini dapat mengurangi biaya peluncuran secara signifikan, dibandingkan dengan perusahaan lain seperti SpaceX atau Blue Origin yang roketnya cenderung sekali pakai.
Namun, kapasitas angkut Terran R, bahkan dalam mode reusable, masih relatif terbatas dibandingkan dengan roket milik SpaceX atau Blue Origin. Untuk proyek sebesar pusat data luar angkasa, kapasitas angkut yang besar sangat diperlukan untuk menunjang pengiriman komponen, perlengkapan dan material konstruksi.
Terlepas dari tantangan tersebut, ambisi Relativity Space untuk membangun pusat data di luar angkasa merupakan lompatan besar dalam inovasi teknologi dan pengelolaan energi. Jika berhasil, pendekatan ini berpotensi untuk merevolusi cara kita mengelola data dan memenuhi kebutuhan energi di masa depan yang semakin intensif.
Keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada kemampuan Relativity Space untuk mendapatkan pendanaan yang cukup dan menjalin kemitraan strategis. Meskipun Eric Schmidt memiliki kekayaan yang signifikan, dana tersebut mungkin masih belum cukup untuk proyek sebesar ini. Oleh karena itu, kolaborasi dan investasi dari berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan proyek ini.
Proyek pusat data luar angkasa ini masih dalam tahap perencanaan awal. Banyak detail teknis dan rencana yang masih perlu dijabarkan lebih lanjut. Namun, konsep ini menunjukkan bahwa inovasi di bidang teknologi dan kedirgantaraan terus berkembang untuk mengatasi tantangan besar yang dihadapi dunia saat ini.