Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, menyimpan potensi luar biasa dalam pengembangan ekonomi biru. Namun, realisasi potensi tersebut sangat bergantung pada fondasi keamanan laut yang kokoh dan terintegrasi.
Hal ini ditegaskan oleh Prof. Arie Afriansyah, Guru Besar Hukum Laut Internasional Universitas Indonesia, dalam pidato pengukuhannya baru-baru ini. Ia menekankan perlunya tata kelola maritim yang antisipatif untuk mencapai tujuan ekonomi biru yang berkelanjutan.
Tantangan Utama Pembangunan Ekonomi Biru Indonesia
Dalam pidatonya, Prof. Arie mengidentifikasi sejumlah tantangan krusial yang menghambat pembangunan ekonomi biru Indonesia.
Pertama, maraknya pencurian ikan ilegal (IUU fishing), penyelundupan, dan pencemaran laut mengancam keberlanjutan sumber daya kelautan.
Kedua, koordinasi antar instansi penegak hukum maritim masih lemah dan sektoral. Hal ini menghambat efektivitas penegakan hukum di laut.
Ketiga, belum selesainya delimitasi batas maritim dengan beberapa negara tetangga menimbulkan ketidakpastian yurisdiksi dan mengurangi daya tarik investasi.
Keempat, regulasi dan praktik penegakan hukum yang masih terfragmentasi menghambat optimalisasi pengawasan di laut.
Prof. Arie mencontohkan lemahnya sistem keselamatan maritim nasional melalui data kecelakaan pelayaran dari KNKT. Rata-rata 18 kecelakaan terjadi setiap tahun antara 2013-2022, dengan lonjakan signifikan pada 2017 dan 2018.
Solusi Strategis Menuju Ekonomi Biru Berkelanjutan
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Prof. Arie mengajukan empat rekomendasi strategis.
Pertama, diperlukan Undang-Undang Keamanan Laut Nasional untuk mengatasi fragmentasi dan membangun sistem pengawasan terpadu.
Kedua, penyelesaian batas maritim secara menyeluruh sangat penting untuk memperjelas kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.
Ketiga, harmonisasi kebijakan kelautan nasional dibutuhkan agar seluruh sektor terkait bergerak sinergis mendukung kepentingan nasional di laut.
Keempat, pemetaan sistematis kepentingan nasional di laut, berbasis pengukuran risiko dan prioritas strategis, perlu dilakukan.
Profil Prof. Arie Afriansyah dan Prestasi Akademiknya
Prof. Arie Afriansyah resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Hukum Laut Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia pada 30 April 2025.
Pengukuhan ini dipimpin Rektor UI, Heri Hermansyah, dan dihadiri sejumlah pejabat penting UI.
Sebelum menjadi Guru Besar, Prof. Arie telah menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum UI (2003), Master of International Law di University of Sydney (2007), dan Doctor of Philosophy di University of Otago (2013).
Ia juga telah menorehkan sejumlah prestasi akademik, termasuk Juara 1 Anugrah Academic Leader bidang Sosial dan Humaniora UI (2024), Dosen Terbaik dan Terproduktif FHUI (2024), dan Pengabdian Masyarakat Terbaik (2021-2022).
Ia aktif menulis publikasi ilmiah, beberapa di antaranya membahas isu hukum laut internasional dan keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara.
Sebagai penutup, Prof. Arie menekankan pentingnya peran kepemimpinan Indonesia dalam tata kelola keamanan laut global. Dengan pendekatan jangka panjang yang kolaboratif dan antisipatif, Indonesia dapat memastikan sumber daya laut menjadi penopang kesejahteraan bangsa di masa depan.