Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar konsinyering untuk memperkuat pembiayaan berkelanjutan, khususnya pada sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Sektor ini dinilai strategis bagi perekonomian nasional dan menjadi prioritas transformasi ekonomi dalam RPJPN 2025-2045.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut arahan Presiden Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi Nasional. OJK menekankan pentingnya kolaborasi antar sektor untuk menciptakan ekosistem TPT yang sehat, tangguh, dan kompetitif di pasar global.
Pentingnya Kolaborasi Lintas Sektor untuk Industri TPT
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan potensi besar industri TPT baik di pasar domestik maupun ekspor. Namun, tantangan seperti biaya logistik tinggi dan ketergantungan pada pasar ekspor tertentu perlu segera diatasi.
Dian mendorong pendekatan “Indonesia Incorporated”, yaitu kolaborasi antara pelaku industri, perbankan, BUMN, dan pemerintah. Kolaborasi ini sangat penting untuk mengatasi hambatan struktural yang dihadapi sektor TPT.
Salah satu fokus utama adalah menekan biaya logistik ekspor. Biaya logistik yang tinggi mengurangi daya saing produk TPT Indonesia di pasar internasional.
Diversifikasi Pasar Ekspor dan Penguatan Pembiayaan
Selain menekan biaya logistik, diversifikasi pasar ekspor juga krusial. Industri TPT Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada beberapa negara utama seperti AS, Turki, China, Malaysia, dan Jepang.
Deglobalisasi dan ketidakadilan dalam perdagangan global menuntut strategi diversifikasi ini. Membuka pasar ekspor baru akan mengurangi risiko dan meningkatkan ketahanan industri TPT.
Peran sektor jasa keuangan, terutama perbankan, sangat penting. Perbankan berperan sebagai penggerak utama dalam memperkuat pembiayaan dan struktur bisnis industri TPT.
Sinergi antara perbankan dan industri TPT perlu ditingkatkan. Hal ini bertujuan agar penyaluran pembiayaan lebih tepat sasaran dan berkelanjutan.
Penguatan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian juga tak kalah penting. Dengan manajemen risiko yang baik, pembiayaan sektor TPT akan lebih terjaga.
Hingga Maret 2025, kredit untuk industri TPT dan alas kaki mencapai Rp 160,41 triliun, atau 2,03 persen dari total kredit perbankan nasional.
Potensi dan Dukungan Pemerintah untuk Industri TPT
Industri TPT menyerap 4 juta tenaga kerja pada 2024 (32,79 persen dari total tenaga kerja industri padat karya). Angka ini menunjukkan kontribusi besar sektor TPT terhadap penyerapan tenaga kerja.
Pertumbuhan industri TPT juga positif. Pada Maret 2025, industri TPT tumbuh 4,64 persen (yoy), meningkat dari 4,26 persen pada 2024 dan berkontribusi 1,02 persen terhadap PDB.
Industri TPT masih memiliki potensi besar. Pasar domestik yang besar dan potensi ekspor yang menjanjikan menjadi daya tarik tersendiri.
Minat investor asing juga tinggi, terlihat dari kenaikan Penanaman Modal Asing (PMA) dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap prospek industri TPT Indonesia.
Pemerintah memberikan berbagai insentif untuk mendukung industri TPT. Insentif tersebut meliputi restrukturisasi mesin/peralatan, penguatan rantai pasok, dan pemberdayaan industri.
- Insentif fiskal seperti bea masuk dan insentif pajak untuk industri padat karya.
- Insentif untuk perkuatan industri petrokimia dan subsidi listrik.
Insentif-insentif tersebut diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri TPT. Sektor jasa keuangan juga berperan penting dalam mendukung pertumbuhan tersebut.
Kesimpulannya, kolaborasi dan dukungan pemerintah sangat krusial untuk memajukan industri TPT Indonesia. Dengan strategi yang tepat dan sinergi yang kuat antara seluruh pemangku kepentingan, industri TPT dapat mencapai potensi penuhnya dan berkontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Tantangan yang ada, seperti biaya logistik dan diversifikasi pasar, dapat diatasi melalui kerja sama yang solid dan komitmen bersama untuk menciptakan ekosistem industri yang berkelanjutan dan kompetitif.