Elon Musk, orang terkaya di dunia, dikabarkan akan segera meninggalkan perannya dalam pemerintahan Donald Trump. Menurut laporan Washington Post, keputusan ini didorong oleh kelelahan Musk atas serangan-serangan yang dianggapnya kejam dan tidak etis dari pihak kiri, yang merujuk pada kelompok-kelompok dari Partai Demokrat.
Ketegangan antara Musk dan kubu Demokrat memang sudah berlangsung lama. Musk secara terbuka mengkritik apa yang disebutnya sebagai “budaya woke” yang dipromosikan oleh kaum kiri radikal, dan menuduhnya sebagai sumber masalah di Amerika Serikat. Perbedaan ideologi ini jelas mempengaruhi hubungannya dengan pemerintahan Trump.
Musk menjabat sebagai kepala Departemen Efisiensi Pemerintah dan juga terkait dengan DOGE (Dogecoin). Meskipun status pegawainya akan berakhir bulan depan, sumber mengatakan kepada The Post bahwa Musk yakin kepergiannya tidak akan mengganggu pekerjaannya di DOGE.
Ketidaksepakatan dan Pengaruh yang Menurun
Spekulaasi mengenai kepergian Musk semakin kuat karena pengaruhnya di pemerintahan tampaknya memudar dan dipertanyakan. Laporan New York Times menyebutkan Menteri Keuangan Scott Bessent mengeluhkan Musk mengangkat kandidat pilihannya tanpa berkonsultasi dengan Bessent. Tindakan Musk ini juga membuat beberapa anggota kabinet lainnya kesal karena kurangnya koordinasi dalam upaya-upaya efisiensi.
Analis Wedbush Securities, Dan Ives, bahkan menyarankan Musk untuk fokus pada Tesla yang sedang mengalami kesulitan. “Musk perlu meninggalkan pemerintahan, mundur dari DOGE, dan kembali menjadi CEO Tesla secara penuh waktu,” tulis Ives.
Ives menambahkan, “Tesla adalah Musk dan Musk adalah Tesla. Siapa pun yang berpikir kerusakan merek yang ditimbulkan Musk bukanlah hal nyata, luangkan waktu bicara dengan pembeli mobil di AS, Eropa, dan Asia. Anda akan berpikir secara berbeda setelah diskusi tersebut.” Pernyataan ini menekankan betapa pentingnya peran Musk bagi Tesla dan risiko yang ditimbulkan oleh keterlibatannya yang meluas di luar perusahaan tersebut.
Perintah Email dan Reaksi Pemerintahan
Laporan The Post juga mengungkapkan adanya gesekan antara Musk dan beberapa pejabat pemerintah. Musk meminta pegawai federal untuk mengirimkan email mingguan yang mencantumkan lima hal yang telah mereka kerjakan dalam seminggu. Dia bahkan mengancam bahwa kegagalan mengirimkan email akan dianggap sebagai pengunduran diri.
Namun, hanya dua hari setelah perintah tersebut dikeluarkan pada 22 Februari, pihak SDM pemerintahan menyatakan bahwa partisipasi dalam program email tersebut bersifat sukarela dan kegagalan untuk berpartisipasi tidak akan dianggap sebagai pengunduran diri. Hal ini menunjukkan adanya penolakan terhadap pendekatan otoriter Musk dalam pemerintahan.
Saat ini, berbagai badan pemerintahan menerapkan kebijakan yang berbeda-beda terkait persyaratan email tersebut. Beberapa badan telah menghentikan kewajiban pengiriman email, sementara yang lain masih mewajibkannya, tetapi tanpa pengawasan kepatuhan. Situasi ini menunjukkan kurangnya keseragaman dan kemungkinan ketidakpuasan terhadap metode Musk.
Analisis Lebih Lanjut
Keputusan Musk untuk meninggalkan pemerintahan Trump bisa dilihat dari beberapa sudut pandang. Selain kelelahan yang disebutkan, tekanan dari berbagai pihak, baik dari dalam pemerintahan maupun dari publik, mungkin juga menjadi faktor penentu. Kondisi Tesla yang sedang tertekan juga mengharuskan Musk untuk fokus pada bisnis utamanya.
Kepergian Musk mungkin akan menimbulkan dampak signifikan, baik pada pemerintahan Trump maupun pada Tesla. Pemerintahan Trump mungkin kehilangan seorang tokoh berpengaruh yang membawa pendekatan yang unik, sementara Tesla mungkin akan mendapatkan kembali fokus dan perhatian penuh dari CEO-nya. Waktu akan menunjukkan dampak sebenarnya dari keputusan ini.
Namun terlepas dari alasannya, kepergian Musk menandai berakhirnya sebuah bab yang unik dalam keterlibatan dunia bisnis dalam politik Amerika Serikat. Ini juga memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya keseimbangan antara ambisi pribadi dan tanggung jawab publik.