Berita

Etomidate Psikotropika? Kasus Jonathan Frizzy Terungkap

Tim Redaksi

Aktor Jonathan Frizzy baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah terjerat kasus peredaran cartridge vape berisi etomidate, obat bius golongan keras. Penangkapannya di Bintaro, Jakarta Selatan pada 4 Mei 2025, mengungkap penggunaan etomidate melalui vape. Pihak kepolisian menetapkan Jonathan Frizzy sebagai tersangka pada 3 Mei 2025.

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat mengenai etomidate, efeknya jika dihirup, dan klasifikasinya dalam Undang-Undang. Artikel ini akan mengupas tuntas kasus Jonathan Frizzy, menjelaskan tentang etomidate dari sudut pandang medis dan hukum, serta memberikan klarifikasi mengenai statusnya sebagai psikotropika.

Kasus Jonathan Frizzy: Penggunaan Etomidate Lewat Vape

Jonathan Frizzy, atau yang akrab disapa Ijonk, dijerat Pasal 435 subsider Pasal 436 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukumannya mencapai 12 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Kepolisian menyita vape berisi etomidate sebagai barang bukti.

Kepala BPOM Kota Tangerang, M Sony Mughofir, menjelaskan bahwa etomidate termasuk obat keras yang berfungsi sebagai anestesi atau obat bius. Penggunaan etomidate di luar pengawasan medis jelas melanggar hukum dan membahayakan kesehatan. Polisi telah melakukan penyelidikan menyeluruh untuk mengungkap jaringan peredaran vape berisi etomidate ini.

Etomidate: Obat Keras, Bukan Zat Hiburan

Etomidate adalah obat keras yang hanya boleh digunakan di bawah pengawasan medis. Penggunaan yang tidak tepat dapat menimbulkan efek samping yang serius dan membahayakan. Dokter spesialis menekankan bahwa etomidate bukanlah zat yang ditujukan untuk tujuan hiburan atau rekreasi.

Baca Juga:  Sukses Film Jumbo: Komdigi Apresiasi Capaian Tanpa Teknologi AI

Penggunaan etomidate melalui vape, seperti yang dilakukan Jonathan Frizzy, merupakan tindakan yang sangat berbahaya. Cara penggunaan ini tidak terkontrol, dan dosisnya sulit diprediksi, sehingga meningkatkan risiko efek samping yang tidak diinginkan, bahkan kematian.

Etomidate: Psikotropika atau Bukan?

Peraturan Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 31 Tahun 2023 menyebutkan bahwa etomidate belum termasuk dalam daftar psikotropika. Namun, ahli farmasi, Prof. apt. Zullies Ikawati, Ph.D, menjelaskan bahwa secara farmakologi, etomidate memiliki efek psikotropik.

Etomidate bekerja pada reseptor GABA di sistem saraf pusat, mirip dengan benzodiazepin yang sudah dikategorikan sebagai psikotropika. Efek sedatif yang ditimbulkan etomidate menunjukkan potensi untuk mempengaruhi aktivitas mental dan perilaku, sehingga menimbulkan perdebatan mengenai klasifikasinya.

Meskipun secara regulasi belum masuk dalam daftar psikotropika, efek farmakologis etomidate yang bekerja pada sistem saraf pusat dan menimbulkan efek sedatif menunjukkan potensi untuk memanipulasi kondisi mental seseorang. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang dan masyarakat.

Penggunaan etomidate yang tidak sesuai aturan medis dapat memiliki konsekuensi hukum yang berat. Kasus Jonathan Frizzy menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat untuk mewaspadai bahaya penyalahgunaan obat-obatan keras, termasuk etomidate. Penting untuk selalu mengutamakan kesehatan dan mematuhi peraturan yang berlaku. Pemantauan dan pengawasan peredaran obat-obatan keras juga perlu ditingkatkan untuk mencegah kejadian serupa terulang. Perlu edukasi publik yang lebih intensif agar masyarakat memahami bahaya penyalahgunaan obat-obatan dan dampaknya bagi kesehatan.

Baca Juga

Tinggalkan komentar