Inflasi di Jepang kembali menjadi sorotan setelah angka inflasi inti mencapai 3,5 persen pada April 2025. Ini merupakan angka tertinggi dalam dua tahun terakhir dan memicu kekhawatiran akan dampaknya terhadap perekonomian Jepang. Lonjakan harga beras menjadi salah satu faktor utama yang mendorong peningkatan inflasi ini.
Pemerintah Jepang telah merilis data yang menunjukkan bahwa inflasi utama juga mengalami kenaikan menjadi 3,6 persen secara tahunan. Angka ini tetap stabil dibandingkan bulan sebelumnya, namun tetap berada di atas target Bank of Japan (BOJ) sebesar 2 persen selama lebih dari tiga tahun. Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius bagi otoritas moneter Jepang.
Inflasi Jepang Melonjak, Harga Beras Jadi Biang Keladi
Kenaikan inflasi inti Jepang yang signifikan pada bulan April 2025, mencapai 3,5 persen, didorong oleh berbagai faktor. Salah satu faktor dominan adalah melonjaknya harga beras.
Harga beras di lebih dari seribu supermarket di seluruh Jepang dilaporkan terus mencetak rekor tertinggi. Pada 11 Mei 2025, harga sekarung beras 5 kilogram mencapai 4.268 yen, meningkat 54 yen dari minggu sebelumnya. Lonjakan harga ini berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat dan turut mendorong inflasi secara keseluruhan.
Gubernur BOJ Mengisyaratkan Kenaikan Suku Bunga
Menanggapi data inflasi terbaru, Gubernur Bank of Japan (BOJ), Kazuo Ueda, telah memberi sinyal kemungkinan kenaikan suku bunga. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap peningkatan inflasi yang terus menerus.
Namun, Ueda juga menekankan pentingnya memantau dengan cermat dampak tarif impor dari Amerika Serikat terhadap perekonomian domestik. Langkah ini menunjukkan kehati-hatian BOJ dalam mengambil kebijakan moneter, mempertimbangkan potensi dampak negatif dari kebijakan eksternal.
Proyeksi Inflasi dan Langkah Pemerintah Jepang
Meskipun inflasi saat ini menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, beberapa analis memperkirakan penurunan inflasi inti Jepang dalam beberapa bulan mendatang. Masato Koike, ekonom di Sompo Institute Plus, misalnya, memprediksi penurunan inflasi.
Koike berpendapat bahwa penurunan harga minyak mentah dan apresiasi yen akan membantu meredakan tekanan inflasi. Selain itu, kelebihan pasokan makanan akibat tarif impor AS juga diprediksi dapat menurunkan harga pangan. Pemerintah Jepang juga diproyeksikan kembali memberlakukan subsidi untuk tagihan listrik dan gas di musim panas sebagai upaya untuk menekan inflasi.
Inflasi AS Menurun, Namun Tetap Jadi Perhatian
Berbeda dengan Jepang, Amerika Serikat justru mencatat penurunan inflasi pada bulan April 2025. Indeks Harga Konsumen (IHK) tumbuh 0,2 persen, menjadikan tingkat inflasi tahunan menjadi 2,3 persen.
Angka ini merupakan yang terendah sejak Februari 2021, menandai penurunan signifikan dibandingkan periode sebelumnya. Penurunan ini sebagian dikaitkan dengan kebijakan tarif impor baru yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump.
Inflasi Inti AS dan Dampak Tarif Impor
Inflasi inti AS, yang tidak termasuk harga makanan dan energi, juga mengalami peningkatan yang lebih rendah pada bulan April 2025, yaitu sebesar 0,2 persen. Tingkat inflasi inti tahunan mencapai 2,8 persen.
Robert Frick, ekonom di Navy Federal Credit Union, menyatakan bahwa kabar baik mengenai inflasi sangat dibutuhkan, mengingat guncangan inflasi akibat tarif impor masih berlanjut. Biaya tempat tinggal masih menjadi pendorong utama kenaikan inflasi di AS, menyumbang lebih dari separuh pergerakan keseluruhan indeks harga.
Secara keseluruhan, situasi inflasi di Jepang dan Amerika Serikat menunjukkan gambaran yang kontras. Jepang menghadapi tantangan inflasi yang cukup tinggi, sementara Amerika Serikat mengalami penurunan. Perbedaan ini menunjukkan kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi di setiap negara dan perlunya strategi kebijakan yang tepat sasaran.
Ke depan, langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Jepang dan kebijakan moneter BOJ akan sangat menentukan keberhasilan pengendalian inflasi. Perkembangan ekonomi global, terutama dampak tarif AS, juga akan terus menjadi faktor penting yang perlu dipantau. Situasi ini tentunya memerlukan pengawasan dan antisipasi yang terus menerus agar dampak negatif terhadap perekonomian dapat diminimalisir.