Platform Worldcoin baru-baru ini menjadi sorotan di Indonesia. Penawaran imbalan bagi pengguna yang bersedia memindai mata untuk membuat identitas digital telah menarik perhatian banyak orang, terbukti dari antusiasme masyarakat yang terlihat di berbagai lokasi pendaftaran. Namun, kontroversi seputar pengumpulan data pribadi dan potensi penyalahgunaannya telah menyebabkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) membekukan sementara platform ini. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai Worldcoin, mulai dari pendirinya hingga kontroversi yang melingkupinya.
Kehebohan Worldcoin di Indonesia bukanlah fenomena yang berdiri sendiri. Sebelumnya, platform ini telah beroperasi di beberapa negara lain seperti Korea Selatan, Peru, dan Amerika Serikat. Akan tetapi, praktik pemindaian mata untuk pembuatan identitas digital telah memicu penolakan dan pemblokiran di negara-negara seperti Kenya, Brazil, dan Spanyol. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan kontroversi yang melekat pada teknologi ini.
Siapa di Balik Worldcoin?
Di balik Worldcoin terdapat sosok yang tak asing bagi pencinta teknologi AI: Sam Altman, CEO OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT. Ia mendirikan Worldcoin bersama Alex Blania dan Max Novendstern. Proyek ini dijalankan oleh Tools for Humanity, perusahaan yang didirikan Altman dan Blania pada tahun 2019, dengan kantor pusat di San Fransisco dan Munich.
Peluncuran Worldcoin ke publik baru dilakukan pada tahun 2023, meski pengembangannya telah dimulai sejak tahun 2020. Tujuan utama platform ini, menurut pengumuman resmi, adalah menciptakan identitas dan jaringan keuangan baru, serta membedakan manusia dari AI di dunia digital. Ambisius, tetapi juga kontroversial.
Mekanisme dan Layanan Worldcoin
Worldcoin menawarkan tiga layanan utama: token kripto Worldcoin (WLD), World ID, dan World App. WLD, seperti mata uang kripto lainnya, diperdagangkan di pasar kripto dan memiliki kapitalisasi pasar yang cukup besar. Pada tanggal 5 Mei 2025, harga satu koin WLD sekitar Rp 14.421, dengan total sekitar 1,3 miliar koin beredar dari total 10 miliar koin.
World App berfungsi sebagai dompet digital untuk menyimpan WLD dan World ID. Inilah yang menjadi inti kontroversi. World ID merupakan identitas digital yang dirancang untuk membuktikan bahwa penggunanya adalah manusia, bukan AI. Proses pembuatannya melibatkan pemindaian iris mata, yang menimbulkan kekhawatiran terkait privasi dan keamanan data.
Proses pendaftaran World ID dimulai dengan pemindaian iris mata menggunakan perangkat khusus. Data iris mata ini kemudian digunakan untuk menghasilkan World ID yang unik. Sistem ini bertujuan untuk memverifikasi identitas pengguna dan mencegah penipuan online, khususnya dari bot AI. Namun, proses ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penyalahgunaan data pribadi.
Kontroversi dan Pembekuan Worldcoin di Indonesia
Pembekuan Worldcoin oleh Kominfo di Indonesia bukan tanpa alasan. Kekhawatiran utama terletak pada pengumpulan data biometrik yang sensitif, yaitu data iris mata. Data tersebut merupakan informasi pribadi yang sangat penting dan berpotensi disalahgunakan. Jika jatuh ke tangan yang salah, data ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan ilegal, mulai dari pencurian identitas hingga pelacakan individu.
Selain itu, kurangnya transparansi mengenai bagaimana data tersebut akan disimpan, diproses, dan dilindungi juga menjadi sorotan. Ketiadaan regulasi yang jelas mengenai pengumpulan dan penggunaan data biometrik di Indonesia turut memperkuat kekhawatiran tersebut. Kominfo mengambil langkah tegas untuk melindungi warga negara Indonesia dari potensi risiko tersebut.
Ke depannya, perlu kajian yang lebih mendalam mengenai regulasi terkait penggunaan teknologi biometrik dan perlindungan data pribadi. Perkembangan teknologi harus diimbangi dengan kerangka hukum yang kuat untuk memastikan keamanan dan privasi pengguna tetap terjaga. Transparansi dan akuntabilitas dari perusahaan teknologi juga menjadi kunci penting untuk mencegah kontroversi serupa terulang kembali.
Kesimpulannya, kasus Worldcoin menyoroti pentingnya keseimbangan antara inovasi teknologi dan perlindungan data pribadi. Penting bagi pemerintah untuk terus memantau perkembangan teknologi dan menetapkan regulasi yang tepat, sementara perusahaan teknologi harus memprioritaskan keamanan data pengguna dan transparansi dalam operasinya. Hanya dengan pendekatan yang seimbang ini, inovasi teknologi dapat berkembang secara bertanggung jawab dan bermanfaat bagi masyarakat.