Paus Leo XIV, pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma yang baru terpilih, bukanlah sosok yang asing dengan dunia media sosial. Terpilihnya Robert Francis Prevost, asal Amerika Serikat, pada Jumat, 9 Mei 2025, menandai sejarah baru bagi Gereja Katolik karena beliau merupakan Paus pertama dari Amerika Serikat. Sebelum terpilih, Prevost aktif menggunakan platform X (sebelumnya Twitter), dan jejak digitalnya memberikan sekilas pandangan mengenai pemikiran dan sikapnya terhadap berbagai isu penting.
Penggunaan media sosial oleh tokoh-tokoh publik, termasuk pemimpin agama, semakin lazim di era digital. Hal ini memungkinkan komunikasi dua arah yang lebih efektif dan jangkauan informasi yang lebih luas. Paus Leo XIV memanfaatkan platform ini, meskipun tidak secara intensif, untuk menyampaikan pesan dan pandangannya.
Jejak Digital Paus Leo XIV di X (Twitter)
Sebelum menjadi Paus, Kardinal Robert Prevost tercatat beberapa kali mengunggah postingan di X. Beberapa unggahannya cukup mencolok, terutama yang tampak mengkritik kebijakan Presiden AS Donald Trump dan Wakil Presiden AS JD Vance, serta pandangan-pandangan mereka.
Salah satu unggahan yang menarik perhatian adalah sebuah retweet pada pertengahan April 2025. Prevost membagikan ulang postingan dari seorang komentator Katolik yang mengkritik Trump dan Presiden El Salvador Nayib Bukele karena menertawakan deportasi warga negara Amerika Serikat bernama Kilmar Abrego Garcia.
Postingan tersebut menyertakan tautan ke artikel di surat kabar Catholic Standard. Uskup Evelio Menjivar mengajukan pertanyaan yang menohok kepada umat Katolik tentang kasus tersebut: “Apakah hati nuranimu tidak terganggu? Bagaimana kamu bisa tetap diam?”. Retweet Paus Leo XIV atas unggahan ini menunjukkan keprihatinannya terhadap isu keadilan dan kemanusiaan.
Kritik Terhadap JD Vance dan Pandangan Politiknya
Aktivitas Kardinal Prevost di X juga menunjukkan sikapnya yang kritis terhadap politikus. Pada Februari 2025, beliau me-retweet beberapa artikel yang mengkritik JD Vance, termasuk artikel dari National Catholic Reporter.
Prevost mengulang judul artikel tersebut di X: “JD Vance salah, Yesus tidak meminta kita untuk menentukan peringkat kasih kita kepada orang lain.” Artikel tersebut membantah pernyataan Vance dalam wawancara dengan Fox News yang menyatakan bahwa orang Kristen memprioritaskan kasih sayang kepada orang-orang terdekat sebelum orang-orang dari negara lain.
Meskipun Vance telah menjadi penganut Katolik sejak 2019 dan bahkan bertemu dengan mendiang Paus Fransiskus, hal tersebut tidak menghalangi Prevost untuk mengutarakan kritiknya. Menariknya, Vance juga mengucapkan selamat kepada Kardinal Robert Prevost atas terpilihnya sebagai Paus baru.
Kepedulian Terhadap Isu Global: Iklim, Imigran, dan Kekerasan
Di luar sikapnya terhadap politisi, Paus Leo XIV menunjukkan kepedulian yang besar terhadap isu-isu global. Beliau terlihat aktif mendukung perlindungan imigran, upaya mengurangi kekerasan bersenjata, dan memerangi perubahan iklim.
Beberapa retweet di akun X-nya membuktikan hal ini. Misalnya, sehari setelah penembakan massal di Las Vegas pada Oktober 2017, Prevost membagikan ulang unggahan Senator Chris Murphy yang mengkritik ketidakpedulian para politisi terhadap tindakan kekerasan.
Pada tahun yang sama, Prevost juga me-retweet unggahan yang membela imigran “Dreamers” yang datang ke AS secara ilegal saat masih anak-anak. Unggahan yang dibagikan ulang tersebut menyatakan dukungan terhadap “Dreamers” dan upaya mewujudkan sistem imigrasi yang adil, jujur, dan bermoral. Sikap-sikap ini menunjukkan komitmen Paus Leo XIV terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.
Popularitas Media Sosial dan Gambaran Komprehensif
Terpilihnya Robert Prevost sebagai Paus Leo XIV mendorong lonjakan pengikut di akun X-nya. Dalam beberapa jam saja, jumlah pengikutnya bertambah lebih dari 200.000, mencapai lebih dari 356.000 dengan hanya mengikuti 87 akun.
Meskipun demikian, perlu diingat bahwa aktivitas media sosial Paus Leo XIV tidak selalu mencerminkan seluruh pandangan politiknya. Sebagian besar unggahannya bersifat standar Katolik, dan tidak memberikan gambaran komprehensif tentang semua pemikirannya. Namun, jejak digitalnya tetap memberikan sekilas wawasan berharga tentang prioritas dan kepedulian beliau.
Paus Leo XIV, dengan latar belakang dan jejak digitalnya, menawarkan prospek baru bagi Gereja Katolik di era digital. Komitmennya terhadap isu-isu global, dipadukan dengan kemampuannya memanfaatkan media sosial, menunjukkan potensi untuk menciptakan dialog yang lebih luas dan efektif dengan umatnya di seluruh dunia.