Berita

Pergantian Dirjen Pajak dan Bea Cukai: Prabowo Pilih Bimo Wijayanto dan Djaka Budi Utama

Tim Redaksi

Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan perombakan di jajaran pimpinan Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai. Pengangkatan pejabat baru ini terjadi setelah Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang melambat di kuartal pertama tahun 2025.

Bimo Wijayanto ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Pajak menggantikan Suryo Utomo. Sementara itu, Letnan Jenderal (Letjen) Purnawirawan TNI Djaka Budi Utama ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai, menggantikan Askolani. Pelantikan dilakukan pada Jumat, 23 Mei 2025.

Pergantian Pejabat dan Kinerja Penerimaan Negara

Pergantian di posisi Dirjen Pajak dan Bea Cukai ini menarik perhatian mengingat penerimaan pajak di kuartal I 2025 mencapai Rp322,6 triliun. Angka ini hanya 14,7% dari target APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun.

Penerimaan pajak ini lebih rendah dibandingkan Maret 2024 yang mencapai Rp393,91 triliun atau 19,81% dari target Rp1.988,88 triliun. Kondisi ini menjadi sorotan, mengingat besarnya kebutuhan pendanaan untuk program-program pemerintah.

Direktur Ekonomi Center for Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai pergantian pejabat eselon 1 merupakan hal yang lumrah saat terjadi pergantian kepemimpinan. Pergantian ini, menurutnya, juga bertujuan menyesuaikan target kinerja Presiden Prabowo Subianto.

Huda menambahkan bahwa kedua Dirjen tersebut diharapkan mampu meningkatkan pendapatan negara. Program-program pemerintah yang besar membutuhkan pendanaan yang signifikan.

Profil dan Tantangan Bimo Wijayanto sebagai Dirjen Pajak

Bimo Wijayanto, Dirjen Pajak yang baru, memiliki pengalaman di Ditjen Pajak Kemenkeu. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Sekretaris Deputi bidang Kerjasama Ekonomi dan Investasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Baca Juga:  Fitur DM X Terancam Hilang? Pengguna Twitter Murka

Huda menilai latar belakang Bimo yang memahami seluk beluk dunia ekonomi dan perpajakan menjadi pertimbangan penting dalam penunjukannya. Namun, Bimo juga dihadapkan pada tantangan besar.

Kepercayaan publik terhadap Ditjen Pajak telah menurun drastis. Salah satu penyebabnya adalah masalah kepagawaian dan kegagalan sistem Coretax. Bimo perlu mengembalikan kepercayaan publik dan memperbaiki sistem.

Ia perlu menunjukkan ketegasan dalam menangani pegawai yang bermasalah dan membuat aturan yang mencegah praktik-praktik koruptif. Selain itu, Bimo juga harus menyelesaikan masalah Coretax hingga ke akarnya.

Jika masalah Coretax tidak terselesaikan, reformasi pajak hanya akan menjadi impian. Audit internal perlu dilakukan, termasuk pemeriksaan terhadap tim internal sistem pajak DJP (PSIAP) dan proses pengesahan Coretax.

Penunjukan Djaka Budi Utama sebagai Dirjen Bea Cukai

Berbeda dengan Bimo, Djaka Budi Utama berasal dari latar belakang militer. Ia sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN).

Huda menilai penunjukan Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai kurang tepat. Latar belakang militernya tidak relevan dengan tugas meningkatkan penerimaan bea cukai.

Menurutnya, yang dibutuhkan Dirjen Bea Cukai adalah kemampuan dalam mempermudah administrasi, bukan pendekatan militeristik. Sistem bea cukai perlu disederhanakan untuk meningkatkan efisiensi dan penerimaan negara.

Kesimpulannya, pergantian Dirjen Pajak dan Bea Cukai ini membawa harapan baru bagi peningkatan pendapatan negara. Namun, tantangan yang dihadapi Bimo dan Djaka cukup besar, terutama dalam hal kepercayaan publik dan perbaikan sistem. Kesuksesan mereka dalam menjalankan tugas akan sangat menentukan kinerja perekonomian Indonesia ke depan.

Baca Juga

Tinggalkan komentar