Perang tarif antara Amerika Serikat dan China terus memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi global, khususnya pada sektor teknologi. Tujuh perusahaan teknologi raksasa, yang sering disebut “Magnificent Seven,” merasakan imbasnya secara langsung. Penurunan saham mereka secara bersamaan setelah libur Paskah menjadi bukti nyata dampak negatif tersebut.
Magnificent Seven terdiri dari Alphabet (induk Google), Amazon, Apple, Meta, Microsoft, Nvidia, dan Tesla. Kehadiran mereka di bursa saham global selalu menjadi sorotan, terlebih sejak Presiden Donald Trump menerapkan tarif impor baru ke berbagai negara, termasuk China. Meskipun sempat ada sedikit perbaikan ketika beberapa produk elektronik dikecualikan dari tarif, pasar kembali menunjukkan tren negatif.
Dampak Perang Tarif terhadap Magnificent Seven
Penurunan saham Magnificent Seven pada Senin, 21 April 2025, cukup signifikan. Data dari Fast Company menunjukkan penurunan yang cukup besar, sebagai berikut:
- Alphabet: turun 2,26%
- Amazon: turun 3,42%
- Apple: turun 2,77%
- Meta: turun 3,29%
- Microsoft: turun 2,05%
- Nvidia: turun 5,49%
- Tesla: turun 6,86%
Penurunan ini bukan hanya dialami oleh Magnificent Seven, tetapi juga indeks saham lainnya. Analis dan pakar ekonomi memiliki beberapa pandangan mengenai penyebabnya.
Faktor-faktor Penyebab Penurunan Saham
Dua faktor utama diyakini menjadi penyebab utama penurunan saham perusahaan teknologi dan indeks saham secara keseluruhan. Pertama, kritik tajam Presiden Trump terhadap Ketua The Fed, Jerome Powell, bahkan menyerukan pemecatannya. Kekhawatiran akan hilangnya independensi The Fed dan potensi dampak negatifnya terhadap pasar saham menjadi alasan utama penurunan ini.
Jika Trump benar-benar memecat Powell, hal itu dapat memicu ketidakpastian ekonomi yang lebih besar. Independensi The Fed sangat penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, dan campur tangan politik dapat berdampak sangat negatif terhadap kepercayaan investor.
Faktor kedua adalah peringatan resmi dari China kepada negara-negara yang telah mencapai kesepakatan dengan pemerintah AS terkait tarif impor. Ini menyusul laporan Bloomberg yang menyatakan bahwa pemerintah Trump berupaya menekan negara lain untuk mengurangi perdagangan dengan China sebagai syarat untuk mendapatkan pengecualian tarif.
Kementerian Perdagangan China merespon dengan ancaman tindakan balasan yang lebih tegas. Situasi ini menciptakan eskalasi perang tarif yang semakin mengkhawatirkan. Tarif 145% dari AS terhadap impor dari China dan balasan 125% dari China kepada impor dari AS semakin memperumit keadaan.
Dampak terhadap Operasi Perusahaan Teknologi
Ketegangan hubungan perdagangan antara AS dan China berdampak besar pada operasi perusahaan teknologi. Banyak produk Apple diproduksi di China, begitu pula dengan beberapa komponen Tesla. Kenaikan biaya produksi akibat perang tarif dapat mengurangi profitabilitas dan daya saing perusahaan teknologi tersebut.
Selain itu, ketidakpastian politik dan ekonomi yang dihasilkan oleh perang tarif membuat investor menjadi lebih waspada. Hal ini menyebabkan mereka cenderung menjual saham perusahaan teknologi karena menilai risiko yang lebih tinggi daripada potensi keuntungannya.
Secara keseluruhan, situasi ini menunjukan betapa kompleks dan berdampak luasnya perang tarif antara AS dan China, tidak hanya bagi perusahaan teknologi raksasa, tetapi juga bagi ekonomi global secara keseluruhan. Ketidakpastian yang ditimbulkan akan terus mempengaruhi pasar saham dan keputusan investasi di masa mendatang.
Perlu diingat bahwa ini hanya analisis berdasarkan informasi yang tersedia. Situasi dapat berubah dengan cepat, dan faktor-faktor lain mungkin juga berperan dalam penurunan saham tersebut.