Indonesia, negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa, menyimpan banyak misteri sejarah, termasuk catatan bencana alam dahsyat yang pernah melanda. Salah satu catatan penting tersebut berasal dari abad ke-17, diungkapkan oleh seorang ilmuwan Jerman yang berdedikasi meneliti kekayaan flora di wilayah Maluku.
Georg Eberhard Rumphius, seorang ahli botani yang bekerja untuk VOC, meninggalkan jejak sejarah tak hanya lewat katalog tanamannya yang monumental, tetapi juga melalui catatan mengenai gempa bumi dan tsunami dahsyat yang menghantam Ambon pada tahun 1674. Kisah hidupnya dan penemuannya memberikan wawasan berharga bagi pemahaman kita tentang bencana alam di Indonesia hingga saat ini.
Georg Eberhard Rumphius: Ahli Botani yang Mencatat Sejarah Ambon
Rumphius tiba di Ambon pada tahun 1653, awalnya sebagai bagian dari armada militer VOC. Namun, ia lebih tertarik pada kekayaan hayati pulau tersebut.
Ia kemudian meminta dipindahkan ke bagian sipil dan permohonannya dikabulkan. Di Ambon, ia menikahi seorang wanita lokal dan mengabdikan hidupnya untuk mempelajari flora Ambon.
Bertahun-tahun Rumphius menjelajahi hutan-hutan Ambon, mendokumentasikan berbagai jenis tanaman. Kemahirannya dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Ambon, Melayu, dan Latin, membantunya dalam penelitian.
Hasil karyanya, Herbarium Amboinense atau Het Amboinsche Kruid-boek, merupakan katalog yang mencatat lebih dari 1.700 jenis tanaman di Ambon dan Kepulauan Maluku. Buku monumental ini terbit di Amsterdam dalam enam volume, diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dan Latin.
Bencana Gempa dan Tsunami Ambon 1674: Catatan Bersejarah Rumphius
Sepanjang penelitiannya, Rumphius menghadapi berbagai tantangan, termasuk penyakit glaukoma yang menyerang penglihatannya pada tahun 1670.
Meskipun penglihatannya memburuk, ia tetap melanjutkan pekerjaannya dengan bantuan istri dan anaknya. Kegigihannya menunjukkan dedikasi yang luar biasa.
Pada tahun 1674, Rumphius dan keluarganya mengalami peristiwa dahsyat: gempa bumi besar yang diikuti tsunami. Mereka selamat, tetapi sekitar 2.000 orang meninggal dunia.
Rumphius mencatat peristiwa tersebut dalam tulisannya. Catatan ini menjadi dokumen bersejarah tentang kejadian tersebut, yang kemudian divalidasi oleh para ahli geofisika modern.
Menurut Deputi Bidang Geofisika BMKG, Nelly Florida Riama, gempa Ambon 1674 menyebabkan kerusakan yang sangat parah, termasuk tanah terbelah, bukit runtuh, dan tsunami besar yang menerjang pesisir utara Pulau Ambon.
Dalam catatan Rumphius, ketinggian tsunami diperkirakan mencapai 90-110 meter. Catatan ini dianggap sebagai catatan tertua tentang gempa dan tsunami di Maluku dan sekitarnya.
Analisis Gempa Ambon 1674 dan Implikasinya
Studi kontemporer memperkirakan kekuatan gempa Ambon 1674 mencapai M7,9. Gempa ini sangat merusak, menyebabkan likuifaksi tanah, tanah longsor, dan tsunami dahsyat.
Direktur Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, menyebut gempa Ambon 1674 sebagai gempa dan tsunami terdahsyat pertama dalam catatan sejarah Nusantara.
Catatan Rumphius memberikan informasi penting bagi pemahaman kita tentang mekanisme gempa bumi dan tsunami. Ia menunjukkan bagaimana gempa dapat memicu longsor bawah laut yang memperparah dampak tsunami.
Penelitian lebih lanjut mengenai catatan Rumphius dan data geofisika modern sangat penting untuk memperbaiki sistem peringatan dini tsunami dan mitigasi bencana di wilayah rawan gempa dan tsunami di Indonesia.
Dengan memahami sejarah bencana di masa lalu, kita dapat lebih siap menghadapi potensi bencana di masa depan. Warisan Rumphius, bukan hanya sebagai ahli botani, tetapi juga sebagai saksi sejarah bencana, memberikan pelajaran berharga bagi kita semua.
Semoga pengetahuan yang diperoleh dari catatan Rumphius dapat meningkatkan kesiapsiagaan kita dan mengurangi dampak kerugian akibat bencana alam di masa mendatang.