Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dibuka menguat pada perdagangan Jumat pagi. Penguatan ini mencapai 84 poin atau 0,51 persen, sehingga kurs rupiah berada di level 16.445 per dolar AS. Kondisi ini membalikkan tren pelemahan sebelumnya yang berada di angka 16.529 per dolar AS.
Penguatan rupiah ini menarik perhatian para analis pasar. Ariston Tjendra, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, menjelaskan faktor pendorong di balik penguatan tersebut.
Pelemahan Data Ekonomi AS Mendorong Penguatan Rupiah
Menurut Ariston, pelemahan data ekonomi Amerika Serikat menjadi faktor utama penguatan rupiah. Data ekonomi AS yang dirilis pada Kamis malam menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan.
Indeks manufaktur wilayah New York misalnya, mengalami kontraksi sebesar 9,2 persen. Angka ini lebih buruk dari perkiraan sebelumnya yang hanya sebesar 8,2 persen.
Inflasi Produsen AS Menurun, Pasar Antisipasi Pemangkasan Suku Bunga
Data lain yang turut mempengaruhi penguatan rupiah adalah penurunan inflasi produsen AS. Producer Price Index (PPI) pada April 2025 turun 0,5 persen secara month to month (MtM).
Penurunan ini berlawanan dengan ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 0,2 persen. Secara tahunan, harga produsen naik 2,4 persen, sedikit di bawah estimasi pasar sebesar 2,5 persen.
PPI inti juga menunjukkan penurunan sebesar 0,4 persen MtM, berbeda dengan perkiraan kenaikan 0,3 persen. Kondisi ini semakin memperkuat sinyal pelemahan ekonomi AS.
Ariston menambahkan, pelemahan data ekonomi AS ini memicu ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga acuan AS pada bulan Juni.
Analisis Data Ekonomi AS Lainnya dan Prediksi Kurs Rupiah
Produksi industri AS juga menunjukkan stagnasi pada April 2025, tidak mengalami perubahan dibandingkan bulan Maret 2025. Padahal, perkiraan pasar menunjukkan kenaikan sebesar 0,2 persen.
Sementara itu, penjualan ritel AS naik tipis sebesar 0,1 persen MtM, di bawah perkiraan sebesar 0,3 persen. Kenaikan ini didorong oleh sektor makanan dan minuman, bahan bangunan, furnitur, dan elektronik.
Namun, penjualan ritel mengalami penurunan di sektor perlengkapan olahraga, hobi, dan toko swalayan.
Pada perdagangan Kamis, 15 Mei 2025, rupiah juga menguat 33 poin terhadap dolar AS, ditutup pada level 16.528 setelah sebelumnya berada di 16.561.
Ibrahim Assuaibi, seorang pengamat mata uang, memprediksi pergerakan rupiah pada Jumat akan fluktuatif, namun cenderung menguat di rentang Rp 16.470 hingga Rp 16.530 per dolar AS.
Ia menambahkan bahwa pasar saat ini menantikan pengurangan tarif perdagangan lebih lanjut antara AS dan Tiongkok. Pembicaraan perdagangan AS dengan negara lain juga menjadi sorotan untuk mencari sinyal positif.
Ibrahim juga mengamati bahwa fokus pasar saat ini tertuju pada data ekonomi AS mendatang dan pidato Ketua Federal Reserve, Jerome Powell. Data inflasi indeks harga produsen April muncul setelah pembacaan indeks harga konsumen yang lebih rendah dari perkiraan.
Penurunan inflasi yang berkelanjutan diperkirakan akan meningkatkan kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh The Fed tahun ini. Data penjualan ritel AS yang akan dirilis akan memberikan petunjuk lebih lanjut tentang belanja ritel di tengah perselisihan perdagangan AS-Tiongkok.
Powell diperkirakan akan membahas kerangka kebijakan moneter The Fed. Hal ini akan menjadi acuan dalam pengambilan keputusan terkait sasaran memaksimalkan lapangan kerja, stabilitas harga, dan suku bunga.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah terhadap dolar AS pada Jumat pagi dipengaruhi oleh pelemahan data ekonomi AS. Analisis lebih lanjut menunjukkan penurunan inflasi dan ekspektasi pemangkasan suku bunga AS. Pergerakan rupiah ke depan masih perlu dipantau dengan cermat mengingat faktor-faktor ekonomi global yang dinamis.