Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan Kamis, 22 Mei 2025. Penguatan ini mencapai 67 poin atau 0,41 persen, membawa kurs rupiah ke posisi 16.332 per dolar AS dari sebelumnya 16.399 per dolar AS. Penguatan ini menarik perhatian para ekonom dan analis pasar.
Beberapa faktor internal dan eksternal berkontribusi terhadap penguatan rupiah ini. Analisis mendalam mengenai penyebabnya dibutuhkan untuk memahami dinamika nilai tukar rupiah di masa mendatang. Berikut ulasan lengkapnya.
Penguatan Rupiah di Mata Para Ahli
Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, menilai penguatan rupiah didorong oleh ketidakjelasan prospek ekonomi AS. Ia menjelaskan bahwa pelemahan dolar AS, yang tercermin dari indeks dolar AS (DXY) yang berada di bawah level 100, menjadi faktor utama.
Para ekonom memperingatkan risiko resesi ekonomi AS. Peningkatan utang pemerintah, prospek pertumbuhan yang suram, dan sentimen konsumen yang lemah menjadi penyebab utama kekhawatiran ini.
Kemungkinan AS mengalami resesi diperkirakan mencapai 45-50 persen. Meskipun belum terjadi resesi, pertumbuhan ekonomi AS mengalami perlambatan signifikan. Penurunan peringkat utang pemerintah AS oleh Moody’s semakin memperparah situasi.
Sentimen Moody’s dan Prospek Ekonomi AS
Penurunan peringkat utang pemerintah AS oleh Moody’s dari Aaa menjadi Aa1 menambah tekanan ekonomi. Moody’s menunjuk defisit fiskal yang besar dan kenaikan biaya bunga sebagai alasan penurunan tersebut.
Moody’s memproyeksikan defisit federal AS akan membengkak hingga hampir 9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2035, meningkat dari 6,4 persen pada 2024. Beban utang federal juga diprediksi naik menjadi sekitar 134 persen dari PDB pada 2035, dibandingkan 98 persen pada 2024.
Federal Reserve Bank of Philadelphia mengungkapkan prospek ekonomi AS tampak lebih suram. Para ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS hanya 1,4 persen pada 2025, jauh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,4 persen.
Menurut Rully, penguatan rupiah mungkin berlanjut dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, rupiah masih berisiko melemah karena potensi penurunan ekspor dan defisit transaksi berjalan yang signifikan di kuartal II-2025.
Pergerakan Rupiah Sebelum dan Sesudah Pengumuman BI Rate
Sebelum penguatan pada Kamis, rupiah menunjukkan penguatan pada Rabu, 21 Mei 2025, naik 16 poin ke level 16.396 per dolar AS. Penguatan ini sempat mencapai 20 poin sebelum penutupan.
Ibrahim Assuaibi, Pengamat Mata Uang dan Komoditas, memproyeksikan pergerakan rupiah masih fluktuatif. Namun, ia memperkirakan rupiah berpotensi menguat di kisaran 16.340 hingga 16.400 per dolar AS.
Bank Indonesia (BI) sebelumnya menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 5,50 persen. Langkah ini juga mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah.
Sentimen Lainnya dan Faktor Internal yang Mempengaruhi Rupiah
Selain faktor eksternal, faktor internal juga mempengaruhi penguatan rupiah. Salah satunya adalah potensi risiko dari program prioritas pemerintah yang dapat menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kementerian Keuangan telah menyoroti risiko tersebut dalam dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2026. Program prioritas yang tidak dijalankan secara optimal berpotensi mengurangi penerimaan negara atau menambah beban APBN.
Faktor eksternal lainnya adalah situasi geopolitik. Laporan CNN menyebutkan kemungkinan serangan militer Israel terhadap fasilitas nuklir Iran meningkat. Ketegangan geopolitik ini juga dapat mempengaruhi pasar mata uang global.
Situasi perang Rusia-Ukraina dan pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menarik diri dari pembicaraan damai juga mempengaruhi sentimen pasar. Hal ini dianggap memperburuk kredibilitas AS di mata internasional.
Secara keseluruhan, penguatan rupiah pada 22 Mei 2025 merupakan hasil kombinasi faktor global dan domestik. Ketidakpastian ekonomi AS dan berbagai sentimen global memberikan dampak positif terhadap nilai tukar rupiah. Namun, tetap perlu diwaspadai potensi pelemahan rupiah di masa mendatang mengingat faktor fundamental ekonomi domestik.