Edukasi

Siswa Nakal: Manfaat Pendidikan Militer? Pendapat Guru?

Tim Redaksi

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memulai program kontroversial dengan menempatkan siswa nakal di barak militer mulai Jumat, 2 Mei 2025. Langkah ini menuai beragam reaksi, termasuk kekhawatiran dari kalangan pendidik mengenai dampaknya terhadap hak-hak siswa sebagai warga sipil.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengungkapkan sejumlah poin penting yang perlu dipertimbangkan sebelum kebijakan ini diterapkan secara luas. Mereka menekankan pentingnya pendekatan yang tepat dan berbasis data untuk memastikan efektivitas program serta menghindari potensi dampak negatif.

Ancaman Hak Sipil dan Perlunya Data Terpercaya

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, mengingatkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar tidak mengabaikan hak-hak siswa sebagai warga negara sipil. Ia menekankan perbedaan mendasar antara pendidikan militer dan pendidikan sipil, yang berimplikasi pada metode pendekatan dan pengelolaannya.

Iman menegaskan, jika Pemprov Jabar tetap ingin melanjutkan program ini, data yang akurat dan komprehensif tentang kenakalan remaja di Jawa Barat sangatlah krusial. Hal ini penting untuk menentukan sasaran program dan mengevaluasi keberhasilannya.

P2G mencatat populasi remaja di Jawa Barat mencapai 8,1 juta jiwa atau sekitar 18,22 persen dari total penduduk. Kabupaten Bandung memiliki jumlah remaja terbanyak, yaitu sekitar 905.000 jiwa. Data ini menjadi dasar penting dalam perencanaan dan pelaksanaan program.

Pendidikan Militer vs Pendidikan Karakter: Sebuah Perbedaan Pendekatan

Iman menjelaskan perbedaan mendasar antara pendidikan militer dan pendidikan karakter. Pendidikan karakter, yang diatur dalam Perpres 87 Tahun 2017, memiliki pendekatan yang berbeda dan lebih menekankan pada pembentukan nilai-nilai moral dan etika.

Baca Juga:  Waspada! Jaminan Lolos PPG Guru 2025, Ini Imbauan Kemendikbudristek

Penerapan pendidikan militer pada siswa nakal berpotensi menimbulkan stigma sosial dan pembentukan kelompok baru di kalangan remaja. Pemilihan metode yang tepat sangat penting untuk menghindari dampak negatif yang tidak diinginkan.

Lebih lanjut, Iman mempertanyakan definisi “siswa nakal” yang akan menjadi target program. Kriteria yang jelas dan terukur diperlukan agar program ini adil dan efektif, serta menghindari kesalahan dalam penargetan.

Kebijakan Berbasis Riset dan Penguatan Pendidikan Karakter

Iman menyarankan Pemprov Jabar untuk melakukan riset mendalam sebelum mengambil keputusan yang berdampak luas. Kebijakan yang tergesa-gesa tanpa dukungan data dan riset yang memadai berpotensi menimbulkan masalah baru.

Ia menekankan pentingnya fokus pada pendidikan karakter sebagai strategi utama dalam mencegah kenakalan remaja. Penguatan pendidikan karakter di sekolah dan lingkungan sekitar dapat lebih efektif dalam membentuk perilaku positif pada remaja.

Program yang terencana dengan baik, didukung oleh data akurat, dan berfokus pada pendidikan karakter akan lebih efektif dan berkelanjutan dibandingkan dengan menempatkan siswa di barak militer. Hal ini penting untuk mencegah dampak negatif sosial dan memastikan program memberikan hasil yang optimal.

Kesimpulannya, program penempatan siswa nakal di barak militer perlu dikaji ulang secara komprehensif. Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu mempertimbangkan secara matang aspek hukum, sosial, dan pendidikan sebelum melanjutkan program ini. Pendekatan yang lebih holistik dan berfokus pada pendidikan karakter serta didukung data yang kuat merupakan langkah yang lebih bijak dan efektif.

Baca Juga

Tinggalkan komentar