Edukasi

Skandal Joki UTBK: AI Ubah Kartu Peserta ITB

Tim Redaksi

Kasus joki Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK SNBT) 2025 kembali mencuat. Kali ini, sorotan tertuju pada seorang mahasiswa aktif Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tertangkap basah bertindak sebagai joki. Pengungkapan kasus ini menambah daftar panjang kecurangan yang terjadi selama pelaksanaan UTBK SNBT 2025.

Terbongkarnya kasus ini menambah keprihatinan mengenai integritas ujian nasional dan semakin mempertegas perlunya pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah praktik kecurangan serupa di masa mendatang. Tindakan tegas terhadap para pelakunya juga menjadi penting untuk memberikan efek jera dan menjaga kepercayaan publik terhadap sistem seleksi perguruan tinggi.

Mahasiswa ITB Terlibat Joki UTBK SNBT 2025

Seorang mahasiswa ITB berinisial LVN, yang identitas lengkapnya adalah Lukas Valentino Nainggolan, teridentifikasi sebagai joki UTBK SNBT 2025. Penemuan ini diungkap oleh Ketua Tim Penanggung Jawab SNPMB, Prof. Eduart Wolok, dalam konferensi pers yang disiarkan langsung melalui YouTube SNPMB ID pada 29 April 2025.

Modus yang digunakan cukup canggih. LVN mengubah data kartu peserta UTBK SNBT dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi kecerdasan buatan (AI). Meskipun foto diubah, kemiripannya masih bisa dideteksi oleh panitia.

Modus Operandi dan Jumlah Korban

LVN terbukti telah menjadi joki untuk setidaknya empat orang peserta UTBK SNBT 2025. Namun, Prof. Eduart Wolok menekankan bahwa kemungkinan jumlah peserta yang menggunakan jasanya lebih dari empat orang. Penyelidikan lebih lanjut masih terus dilakukan untuk mengungkap seluruh jaringan dan korbannya.

Kemampuan LVN dalam memanipulasi data peserta menggunakan AI menimbulkan pertanyaan mengenai akses dan pengetahuan teknologi yang dimilikinya. Hal ini juga menjadi perhatian khusus bagi pihak berwenang dalam menelusuri kemungkinan adanya jaringan yang lebih besar di balik kasus ini.

Baca Juga:  Program Binawan Eropa: Buka Akses Kerja Perawat Luar Negeri

Tanggapan ITB dan Langkah Hukum

ITB telah memberikan konfirmasi bahwa LVN merupakan mahasiswa aktif di kampus tersebut. Pihak ITB menegaskan bahwa kejadian ini tidak berlangsung di pusat UTBK ITB. Kampus mengecam keras tindakan mahasiswa tersebut yang melanggar etika akademik.

Sebagai bentuk tanggung jawab, ITB telah membentuk Komisi Pelanggaran Akademik dan Kemahasiswaan untuk menyelidiki kasus ini. Komisi akan memberikan rekomendasi sanksi kepada Rektor ITB sesuai dengan ketentuan yang berlaku jika LVN terbukti bersalah. Sementara itu, kasus ini juga telah diserahkan kepada pihak kepolisian untuk ditangani secara hukum.

ITB menekankan komitmennya dalam menjunjung tinggi kejujuran, integritas, dan tanggung jawab akademik. Mereka berjanji akan terus berupaya menjaga kepercayaan publik dan menciptakan budaya akademik yang bersih dan beretika.

Pernyataan resmi ITB juga menunjukkan keprihatinan kampus akan dampak negatif tindakan LVN terhadap citra ITB dan dunia pendidikan tinggi Indonesia. Hal ini mendorong ITB untuk bertindak tegas dan transparan dalam menangani kasus ini.

Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya pendidikan karakter dan etika di perguruan tinggi. Membangun integritas akademik sejak dini merupakan langkah krusial untuk mencegah terjadinya kecurangan serupa di masa depan.

Selain itu, pengembangan teknologi deteksi kecurangan juga perlu terus ditingkatkan untuk mengimbangi perkembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan. Kerjasama yang erat antara perguruan tinggi, lembaga penyelenggara ujian, dan pihak berwenang sangat penting untuk menciptakan sistem seleksi pendidikan yang adil dan transparan.

Penggunaan AI dalam kasus ini juga menyoroti perlunya peningkatan kewaspadaan terhadap pemanfaatan teknologi yang dapat disalahgunakan. Pendidikan dan kesadaran akan etika penggunaan teknologi sangatlah penting, baik bagi mahasiswa maupun masyarakat umum.

Baca Juga:  Stop Jantung Tua Dini: Kebiasaan Sehari-hari Berbahaya

Ke depannya, diharapkan kasus ini menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh pihak terkait. Peningkatan pengawasan, pengetatan sistem keamanan, dan pendidikan etika yang berkelanjutan menjadi kunci dalam menciptakan sistem seleksi pendidikan yang lebih baik dan bebas dari kecurangan.

Dengan adanya kasus ini, diharapkan akan menjadi momentum bagi seluruh stakeholder pendidikan tinggi Indonesia untuk melakukan evaluasi dan perbaikan sistem seleksi agar tercipta proses yang lebih adil, transparan, dan bebas dari kecurangan. Hal ini penting untuk menjaga kualitas pendidikan tinggi di Indonesia dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan nasional.

Baca Juga

Tinggalkan komentar