Kasus kecurangan yang marak terjadi dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer Seleksi Nasional Berbasis Tes (UTBK) SNBT 2025 telah mengguncang dunia pendidikan Indonesia. Ribuan peserta terindikasi terlibat dalam berbagai modus kecurangan, menunjukkan adanya masalah serius terkait integritas dan moralitas dalam sistem pendidikan kita.
Trina Fizzanty, Kepala Pusat Riset Pendidikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menilai perlunya penataan ulang orientasi pendidikan untuk mengatasi permasalahan ini. Ia menekankan pentingnya pemulihan iklim pendidikan yang berlandaskan kejujuran dan integritas.
Masalah Moral dan Integritas di UTBK SNBT 2025
Temuan kecurangan dalam UTBK SNBT 2025 menunjukkan rendahnya integritas di kalangan peserta didik. Hal ini mencerminkan kegagalan sistem pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai moral dan karakter yang kuat sejak dini.
Menurut Trina Fizzanty, fokus yang berlebihan pada pencapaian akademik dan persaingan ketat mengorbankan nilai-nilai penting seperti kejujuran dan integritas. Namun, ia juga mengingatkan bahwa ini bukan semata-mata kesalahan peserta didik.
Sistem pendidikan yang terlalu kompetitif menciptakan tekanan besar pada peserta didik. Tekanan ini dapat mendorong mereka untuk mengambil jalan pintas, seperti melakukan kecurangan, untuk mencapai tujuan akademik.
Perlunya Perubahan Orientasi Pendidikan di Indonesia
Trina Fizzanty menyoroti pentingnya perubahan orientasi pendidikan di Indonesia. Bukan hanya mengejar prestasi akademik, tetapi juga memuliakan proses belajar yang jujur dan berintegritas.
Ia menekankan perlunya membangun budaya belajar yang sehat sejak usia dini. Hal ini membutuhkan peran aktif guru, orang tua, dan masyarakat dalam menanamkan nilai-nilai moral dan karakter.
Guru dan orang tua harus menjadi teladan dalam hal integritas. Penerapan konsekuensi yang jelas dan adil terhadap tindakan ketidakjujuran juga sangat penting.
Sekolah harus menjadi lingkungan yang tidak hanya mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga menumbuhkan empati, tanggung jawab, keberanian moral, dan nilai-nilai karakter lainnya. Penanaman nilai-nilai karakter harus menjadi habituasi dalam lingkungan sekolah.
Lingkungan keluarga dan masyarakat juga berperan penting. Orang tua, pemimpin, dan tokoh masyarakat harus memberikan contoh perilaku berkarakter yang baik. Pendidikan karakter merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat.
Menciptakan Sistem Seleksi yang Lebih Holistik
Trina Fizzanty menyarankan agar sistem seleksi masuk perguruan tinggi dikaji ulang. Sistem yang terlalu menekankan pada ujian tulis dapat menciptakan tekanan ekstrem yang mendorong kecurangan.
Ia mengusulkan agar sistem seleksi mempertimbangkan rekam jejak karakter dan keterlibatan sosial calon mahasiswa. Hal ini akan menghasilkan calon mahasiswa yang tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga memiliki akhlak mulia.
Dengan menggabungkan penilaian akademik dan non-akademik, sistem seleksi akan lebih holistik. Sistem ini diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan memiliki integritas tinggi.
Ketua Tim Penanggung Jawab SNPMB, Prof. Eduart Wolok, melaporkan adanya 593.661 peserta yang hadir dan 19.970 peserta yang tidak hadir pada 12 sesi UTBK SNBT 2025. Kecurangan terjadi di 13 pusat UTBK di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Dari temuan tersebut, terlihat jelas bahwa masalah kecurangan dalam UTBK SNBT 2025 bukan masalah yang sederhana. Ini memerlukan penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pihak.
Pembenahan sistem pendidikan tidak bisa hanya berfokus pada aspek akademik saja. Penanaman nilai-nilai moral dan karakter sejak dini, serta penciptaan sistem seleksi yang lebih adil dan holistik, merupakan kunci untuk mewujudkan generasi emas Indonesia di tahun 2045.
Perlu kerjasama yang erat antara pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang berintegritas. Hanya dengan demikian, kita dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang berakhlak mulia dan mampu menghadapi tantangan masa depan.