Berita

Trauma Anak Akibat Kebijakan Barak: Dampak Psikologis yang Mengerikan

Tim Redaksi

Pengiriman anak-anak yang dianggap nakal ke barak TNI untuk mengikuti pendidikan karakter tengah menjadi perdebatan hangat di Indonesia. Kebijakan ini, yang diterapkan oleh beberapa kepala daerah seperti Gubernur Jawa Barat, Bupati Cianjur, Bupati Purwakarta, dan Wali Kota Singkawang, menuai pro dan kontra. Pihak yang mendukung kebijakan ini melihatnya sebagai solusi efektif untuk membentuk karakter anak yang lebih baik. Sementara itu, kritikan muncul dari berbagai pihak, termasuk akademisi, yang meragukan efektivitas dan dampak jangka panjangnya.

Di Jawa Barat, program ini telah berjalan beberapa hari. Gubernur Dedi Mulyadi melaporkan adanya perubahan perilaku positif pada siswa yang mengikuti program tersebut. Namun, kebijakan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang metode yang tepat dalam menangani kenakalan remaja dan etika pendidikan anak.

Menimbang Efektivitas Pendidikan Karakter di Barak Militer

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengklaim telah melihat perubahan perilaku positif pada siswa yang mengikuti pendidikan karakter di barak TNI. Ia mencatat penurunan kebiasaan merokok dan minum alkohol di kalangan siswa tersebut. Namun, klaim ini perlu dikaji lebih lanjut dengan data yang lebih komprehensif dan metode penelitian yang valid.

Pendapat ini bertolak belakang dengan pandangan Radius Setiyawan, akademisi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya. Ia menilai pengiriman anak nakal ke barak militer bukanlah solusi yang tepat dan berpotensi menimbulkan dampak negatif. Radius menekankan perbedaan mendasar antara lingkungan militer dan lembaga pendidikan.

Perbedaan Paradigma Pendidikan dan Militer

Radius Setiyawan menjelaskan bahwa tujuan barak militer dan lembaga pendidikan anak sangat berbeda. Barak militer dirancang untuk membentuk mental dan fisik tentara dengan metode disiplin yang ketat, termasuk bentakan dan hukuman fisik. Metode tersebut, menurut Radius, tidak sesuai diterapkan pada anak-anak yang membutuhkan pendekatan pendidikan yang lebih humanis.

Baca Juga:  Aktifkan E-SIM Tri: Mudah di iPhone & Android

Ia berpendapat bahwa jika sekolah dinilai gagal membentuk karakter siswa yang baik, maka solusinya adalah meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah itu sendiri, bukan mengirim siswa ke lingkungan yang keras dan potensial traumatis. Peningkatan kualitas guru, kurikulum, dan sarana prasarana sekolah menjadi hal yang lebih krusial.

Lingkungan barak militer, dengan disiplinnya yang keras, berpotensi menciptakan trauma bagi anak-anak. Mereka membutuhkan bimbingan dan rehabilitasi psikologis, bukan hukuman fisik atau mental yang berlebihan. Pendekatan yang lebih komprehensif dan berfokus pada pemulihan, bukan penindasan, sangat diperlukan.

Memahami dan Mengatasi Kenakalan Remaja Secara Holistik

Radius juga mempertanyakan definisi “anak nakal” yang dikirim ke barak militer. Kenakalan remaja, menurutnya, bukanlah sekadar masalah perilaku, tetapi gejala dari permasalahan yang lebih kompleks. Hal ini bisa meliputi masalah keluarga, lingkungan sosial, atau bahkan masalah kesehatan mental.

Ia menekankan pentingnya pendekatan holistik yang melibatkan keluarga, sekolah, dan komunitas untuk mengatasi kenakalan remaja. Intervensi pendidikan harus sistematis dan berbasis psikologi perkembangan anak, bukan solusi instan yang berpotensi memperburuk kondisi anak.

Program pencegahan kenakalan remaja berbasis pendidikan dan konseling perlu dievaluasi dan ditingkatkan secara berkala. Pemerintah harus fokus pada penguatan peran sekolah, keluarga, dan komunitas dalam membina anak-anak, bukan pada metode disiplin ala militer yang kontroversial.

Radius menyimpulkan bahwa menangani kenakalan remaja membutuhkan strategi yang komprehensif dan berfokus pada perbaikan sistem pendidikan dan pembinaan karakter yang berkelanjutan. Penggunaan metode militeristik hanya akan menjadi solusi sementara dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang lebih besar di masa depan.

Perlu ditekankan pentingnya mengedepankan pendekatan yang berpusat pada anak, memahami akar masalah kenakalan, dan memberikan dukungan serta bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan individual anak. Hanya dengan demikian, upaya penanganan kenakalan remaja dapat lebih efektif dan menghasilkan dampak yang positif dan berkelanjutan.

Baca Juga:  OpenAI: Infrastruktur AI Demokratis untuk Semua Negara

Baca Juga

Tinggalkan komentar